TEMPO.CO, Jakarta - Di Old Trafford, Sabtu lalu, Kevin De Bruyne, 25 tahun, mereguk banyak kegembiraan. Pertama, tentu saja, golnya ke gawang Manchester United yang dijaga David de Gea. Berawal dari kecepatannya merebut bola dari Daley Blind, di lini tengah United, De Bruyne berlari cepat dan akhirnya memaksa kiper Spanyol itu mengambil bola dari gawangnya.
Gol ini menjawab tuduhan Jose Mourinho, manajer Manchester United, yang ketika menangani Chelsea membuang De Bruyne ke Wolfsburg. Alasannya, dia disebut sebagai pemain yang malas.
Nyatanya, De Bruyne tidak malas. Gol kedua Manchester City dalam derby itu kembali lahir dari usahanya. Bola yang ditendangnya mentok gawang, kemudian langsung disambut pemain muda City, Kelechi Iheanacho. Skor pun berubah menjadi 2-0.
Tuan rumah, yang bermain buruk pada babak pertama, hanya bisa menipiskan kekalahan lewat gol Zlatan Ibrahimovic. City pun pulang dengan membawa tiga poin penuh. Selain itu, De Bruyne diganjar penghargaan “man of the match”.
Atas kecemerlangannya ini, tentu De Bruyne, yang dibeli dari Wolfsburg pada musim lalu dengan harga 45 juta pound, menunjuk peran pelatih baru klub itu, Pep Guardiola. "Saya pikir dalam sistem permainannya kali ini, posisi ini merupakan yang terbaik untuk saya," kata De Bruyne sambil menunjuk peran yang diberikan Pep sebagai salah satu pendobrak dalam tim.
Beradaptasi dengan keinginan pelatih baru, seperti yang diakuinya, bukanlah pekerjaan yang mudah. Tak hanya dia, tapi juga kebanyakan pemain di Etihad. Dia mengaku para pemain berusaha dengan keras memenuhi standar yang diminta sang pelatih. "Sepak bola tidak selalu mudah," katanya.
Meski begitu, mereka mampu menunjukkan hasil gemilang. Empat laga yang mereka jalani berakhir dengan kemenangan. Namun, itu bukan hasil akhir. "Bagi kebanyakan dari kami, ini menjadi sebuah permulaan."
Permulaan ini untuk menghapus masa lalu yang tak bagus. Pada musim lalu, City mengalami hal yang sulit. Meski untuk pertama kalinya bisa mencapai babak semifinal Liga Champions, rapor City jeblok di Liga Primer dengan hanya finis di posisi ke-4. "Saya tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada musim lalu."
Kini, dengan kehadiran Pep, perlahan semua berubah. Pep pun mengaku senang atas penampilan City sejauh ini. “Kami telah bermain, meski tidak di semua laga, dalam level yang tinggi. Tentu kami harus meneruskannya,” katanya.
Permulaan yang bagus di kompetisi lokal tak hanya diinginkan skuad The Blue Sky, tapi juga di Liga Champions. Dinihari nanti, City, yang berada di Grup C, akan menjamu tim dari Jerman, Borussia Muenchengladbach.
Muenchengladbach tentu bukan kekuatan yang asing buat Guardiola. Tiga tahun berada di Allianz Arena, ketika menangani Bayern Muenchen, membuat dia fasih betul dengan kekuatan dan kekurangan tim itu.
Meski begitu, laga ini ternyata dianggap oleh Guardiola jauh lebih penting daripada derby yang mereka menangi itu. “Penampilan kami di Liga Primer, sampai sekarang, saya kira oke. Namun, bersaing dengan klub-klub terbaik di Eropa, kami belum bisa dikatakan bisa melakukannya,” katanya.
Pep juga mengaku skuad yang dimilikinya saat ini belum sepenuhnya siap untuk bersaing di Eropa. “Kami belum siap. Kami butuh lini depan yang lebih tajam. Saat ini baru dua bulan kami bersama, tapi kelihatannya lebih baik,” katanya.
Salah satu penyebabnya mungkin adalah munculnya kehebatan dari Kevin De Bruyne, si anak malas yang disebut Jose Mourinho.
ESPN | MIRROR | TELEGRAPH | IRFAN B.