TEMPO.CO, Jakarta - Akhirnya pekerjaan itu jatuh kepada Gareth Southgate, 46 tahun. Padahal, berkali-kali ia menunjukkan keengganannya. Saat pemilihan manajer timnas Inggris, Juli lalu, setelah Roy Hogdson dipecat, ia menyatakan tak berminat menduduki kursi manajer. Ia pun tak mengirim surat lamaran.
Namun nasib berkata lain. Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) menunjuknya untuk menggantikan Sam Allardyce. “Sembari FA mencari manajer baru, Gareth Southgate akan memimpin tim senior Inggris dalam empat pertandingan, yakni melawan Malta, Slovenia, Skotlandia, dan Spanyol,” demikian pernyataan resmi FA.
Seperti banyak diberitakan sebelumnya, Big Sam—panggilan Allardyce—menyanggupi pelaksanaan bisnis haram, yakni kepemilikan pihak ketiga terhadap seorang pemain. Proyek ini jelas haram. Sejak 2008, FA melarang kepemilikan pihak ketiga terhadap seorang pemain. FIFA pun kemudian melakukan hal yang sama.
Mekanisme ini memang tak menyenangkan dan sangat tidak adil. Pihak ketiga akan terus mendapat uang dari proses transfer pemainnya. Hal ini pernah terjadi pada Carlos Tevez dan Javier Mascherano saat pindah ke West Ham United.
Meski hal itu terlarang, Allardyce, dalam dua kesempatan, yakni di Hotel Mayfair dan sebuah restoran di Manchester, kemudian menyanggupi permintaan itu. Bahkan, ia sesumbar menjamin hal tersebut bisa dilakukan, terutama setelah ia punya kekuasaan sebagai manajer tim nasional Inggris. Ia pun setuju dibayar 400 ribu pound sterling untuk proyek ini. “Saya bisa pergi ke sana untuk itu,” kata dia.
Kerakusan akan uang, meski sudah mendapat gaji 3 juta pound setahun, yang menjadikannya manajer termahal di dunia, membuatnya silap mata. Akhirnya, Allardyce benar-benar buta. Orang yang ada di hadapannya hanyalah agen palsu. Sialnya, semua adegan dan percakapan mereka ternyata direkam melalui kamera tersembunyi.
Peristiwa yang sama sebenarnya pernah terjadi ketika manajer timnas Inggris lainnya, Sven Goran Eriksson, dikerjai oleh seorang syeikh yang mengaku akan membeli tim Aston Villa. Kepada syeikh itu, Eriksson langsung menyatakan setuju menangani klub tersebut sambil berjanji akan membawa David Beckham.
Nyatanya, dalam pertemuan di Dubai pada 2006 itu, si syeikh kaya raya tersebut adalah orang suruhan dari koran News of The World, yang kini sudah tutup. Tak ada ampun. Setelah berstatus sebagai manajer timnas Inggris saat itu, Eriksson kemudian langsung kehilangan pekerjaan.
Nasib yang sama terjadi pada Allardyce. Setelah melalui pembicaraan yang panjang di antara para petinggi FA, mereka pun meminta Big Sam mundur. Tak ada pilihan, bekas manajer Sunderland itu patuh.
Allardyce kemudian juga meminta maaf kepada semua orang yang namanya disebut dalam video rekaman itu, antara lain pendahulunya, Roy Hodgson dan Gary Neville, yang disebut mengacaukan timnas Inggris dalam Piala Eropa lalu. “Saya menyesal terhadap apa yang telah saya lakukan.”
Menyesal saja tampaknya tidak cukup. Kini Allardyce tak hanya kehilangan pekerjaan yang ia inginkan sejak lama, tapi juga terancam mendapat sanksi-sanksi lainnya. Sudah jatuh, ia masih akan tertimpa tangga.
Baca:
Kesempurnaan Manchester City Berakhir, Apa Kata Guardiola?
Ditekuk Atletico, Ancelotti Beberkan Kekurangan Bayern
Manchester United Vs Zorya, Saat Pembuktian bagi Rooney
Di Inggris, kericuhan masih saja terjadi. Setelah Big Sam pergi, kini cemoohan datang kepada Gareth Southgate. Komentar tentang Southgate semakin ramai, terutama di dunia maya. Satu hal yang menarik adalah cuitan dari akun @Sportsflashback, yang menyamakan sosok bekas pelatih Middlesbrough ini dengan Mike Basset, karakter manajer paling absurd dalam film England Manager.
Dalam film yang dirilis pada 2001 itu—menjelang penampilan Inggris dalam Piala Dunia 2002 di Korea dan Jepang—manajer Inggris, Phil Cope, tewas terkena serangan jantung. Karena tak ada satu pun pelatih yang mau menggantikannya, FA menunjuk Basset, yang kemudian banyak melakukan kesalahan dan mengambil keputusan aneh.
Nah, apakah Southgate akan berlaku seperti Basset?
Sejauh ini, catatan Southgate bisa dilihat dalam kiprahnya bersama timnas Inggris U-21. Southgate, yang dikontrak sejak 2013, tak terlalu buruk. Ia pernah mengantarkan Inggris berlaga di Piala Eropa U-21, dan pada 2015 di Republik Cek. Hasilnya memang tak bagus. Mereka langsung tersingkir di babak awal.
Dalam perhelatan tahun depan, pasukan kinyis-kinyis-nya memiliki peluang besar untuk tampil dalam turnamen yang sama di Polandia, musim panas mendatang. Dalam lawatan ke Kazakhstan dan saat menjamu Bosnia-Herzegovina di Walsall, Inggris akan berupaya memastikan tempat di putaran final.
Namun menangani timnas senior tentu berbeda. Kecuali melawan Malta di negerinya sendiri, bertanding melawan Slovenia dan Skotlandia akan menjadi laga berat untuk Southgate. Apalagi, ada laga persahabatan melawan Spanyol pada November mendatang.
Masalahnya, Southgate tidak hanya harus meladeni perlawanan tim musuh di lapangan, tapi juga pedasnya media di sana. Seperti yang disampaikan pada awal September lalu, Southgate memang mengaku belum siap untuk menangani tim senior. “Saya kira dengan kapasitas yang saya miliki, saya belum pantas untuk menangani mereka,” katanya.
Namun dukungan untuk Southgate datang dari Glenn Hoddle, mantan pelatih timnas Inggris. “Kalau Southgate memberikan impresi yang baik dalam empat laga sebagai manajer sementara, ia bisa mendapatkan pekerjaan itu secara penuh,” ujar dia.
GUARDIAN | BBC | DAILY MAIL | IRFAN