TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia bersiap menyelesaikan pemulihan klub-klub yang bermasalah, seperti Persebaya Surabaya 1927. Ketua Umum PSSI 2016-2020, Letnan Jenderal Edy Rahmayadi, membentuk tim untuk mengkaji proses pemulihan itu agar klub-klub tersebut bisa bermain di liga resmi.
"Tim ini terdiri atas sepuluh orang. Ada anggota Komite Eksekutif PSSI dan ada yang bukan," kata Edy di kantor PSSI di Jakarta, Senin lalu.
Persebaya Surabaya 1927 tak diakui pengurus PSSI yang lama setelah mengikuti kompetisi Liga Primer Indonesia pada 2011. Selain klub dari Surabaya itu, klub lain yang dihukum karena mengikuti kompetisi ini adalah Arema Indonesia, Lampung FC, Persewangi Banyuwangi, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro.
Liga Primer atau Liga Prima Indonesia dibentuk sejumlah pihak sebagai ketidakpuasan mereka kepada Liga Super Indonesia, yang dinilai punya banyak kelemahan.
Edy berjanji penyelesaian masalah klub-klub tersebut rampung dalam waktu dekat. Targetnya, pemulihan dan pengakuan klub-klub tersebut dapat diketuk palu saat kongres tahunan PSSI, yang rencananya digelar di Bandung pada 8 Januari tahun depan.
Jenderal bintang tiga itu pun meminta tim pengkaji proses pemulihan Persebaya 1927 dan kawan-kawan tak ragu turun ke Surabaya dan daerah lain untuk mengumpulkan permasalahan. Tujuannya tentu agar tim bisa mengurai masalah pemberian sanksi terhadap klub-klub tersebut dari awal hingga akhir. "Tapi saya minta tim tetap profesional. Jadi kalau betul mereka (klub) bersalah ya bersalah, kalau benar ya benar," ujar Edy.
Walhasil, PSSI akan memutuskan pemutihan Persebaya cs sesuai dengan tingkatan kesalahan mereka. Misalnya, jika nantinya terbukti pelanggaran Persebaya masuk kategori berat, klub tersebut harus memulai masa pemulihan dengan bermain di kasta terendah Liga Indonesia.
"Kalau harus ke divisi I, ya, di sanalah mereka bermain. Kalau misalnya mereka tak bersalah, ya, boleh kembali ke kasta tertinggi," kata pria yang masih menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat tersebut.
Edy mengklaim hampir seluruh pencinta sepak bola punya semangat untuk mengembalikan Persebaya 1927 ke kompetisi liga resmi. Menurut dia, Persebaya merupakan salah satu klub yang punya sejarah panjang dan ikut mewarnai perjalanan sepak bola Indonesia.
Sebenarnya masa pengasingan Persebaya 1927 dan empat klub lain bisa saja berakhir pada Kongres Pemilihan PSSI, 10 November lalu. Sebab, PSSI di bawah kepemimpinan Hinca Panjaitan saat itu memasukkan agenda pengampunan klub-klub dari sanksi dalam kongres.
Hinca sempat menawarkan agenda tersebut kepada 107 pemilik suara PSSI. Tapi, setelah Hinca berbicara, Manajer Madura United Haruna Sumitro menginterupsi sidang. Haruna mengusulkan pemilik suara menolak agenda pencabutan hukuman.
Haruna beralasan pembahasan agenda pencabutan sanksi dan pengesahan klub baru hanya mengulur waktu kongres. Padahal, menurut dia, agenda utama kongres kali ini adalah memilih pengurus PSSI yang baru. "Berikan kesempatan bagi kepengurusan PSSI yang baru untuk melakukan kajian terhadap agenda ini," ujar Haruna kala itu.
Jadi Hinca tak punya pilihan selain melakukan pemungutan suara. Hasilnya adalah 84 suara menolak pencabutan sanksi, 10 suara setuju, dan sisanya tak memberikan pilihan.
Koordinator Save Our Soccer atau #SOS, Akmal Marhali, meminta PSSI menyelesaikan masalah ini dengan tuntas. Ada dua klub yang masih menyisakan masalah dualisme keabsahan, yakni Persebaya 1927 dengan Bhayangkara Surabaya United dan Arema Cronus dengan Arema Indonesia.
Saat ini Bhayangkara dan Arema Cronus memakai jatah suara yang sebelumnya dimiliki Persebaya 1927 dan Arema Indonesia dalam kongres PSSI. "Penyelesaian masalah ini harus sesuai dengan dasar-dasar hukum yang jelas, termasuk entitas komersial klub yang sah sesuai dengan hukum," kata Akmal.
INDRA WIJAYA