TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Real Madrid Zinedine Zidane, 45 tahun, benar-benar berada dalam zona yang nyaman. Laga melawan Granada dan Sevilla pekan lalu jadi sebabnya. Dua laga pada awal tahun dimenangi dengan skor mengkilap. Total delapan gol mereka buat dan tanpa satu kali pun gawang mereka kebobolan.
Kemenangan atas Granada—lawannya pada akhir pekan lalu yang mereka cukur gundul, lima gol tanpa balas—amat berkesan bagi pasukan Los Blancos. Pasukan Zidane ini mencatat rekor baru, yakni menyamai hasil yang diraih Barcelona, yakni tak pernah kalah dalam 39 pertandingan di berbagai kompetisi. Barcelona meraih rekor itu pada 2015-2016.
Perkasa? Iya. Lebih hebat lagi, kemenangan pada awal tahun ini diperoleh Los Blancos tanpa formasi lengkap. Tak ada Gareth Bale, Pepe, Sergio Ramos, Mateo Kovacic, atau Lucas Vazquez di line-up yang diserahkan Zidane ke panitia pertandingan. Artinya, Madrid, dengan formasi apa pun, memang sedang ganas-ganasnya.
Tak pelak, kini fokus mereka pun mulai mengarah untuk menjamah semua gelar yang mungkin mereka ambil, yakni tiga piala yang tersedia: Copa del Rey, La Liga, dan tentu saja Liga Champions.
Dinihari nanti, 13 Januari 2017, Real Madrid akan bertandang ke markas Sevilla untuk menjalani pertandingan leg kedua babak 16 besar Copa del Rey. Ini adalah salah satu jalan untuk mencetak treble, yang ternyata merupakan impian Zidane.
"Meraih tiga gelar tentu sensasional,” kata Zidane, pada musim 2003/2004. Ketika itu, Madrid yang berada di tangan Carlos Queiroz memang punya peluang. Namun impian itu lenyap, mereka pun tak dapat apa-apa.
Impian yang terus dipeliharanya itu hampir saja menjadi kenyataan ketika ia menjadi asisten Carlo Ancelotti tiga tahun lalu. Saat itu juga, Madrid perkasa dalam tiga turnamen yang sama. “Tentu saja Anda harus membahas kemungkinan kami memenangi treble,” katanya ketika itu. “Saat bermain untuk Real Madrid, Anda harus tahu apa yang harus dicapai.”
Tapi mereka gagal. Padahal, Madrid kala itu teramat luar biasa. Mereka menang dalam 22 pertandingan. Bagaimanapun, impian itu tak pernah pergi dari Zidane. Saat menjadi pelatih, dia ingin mewujudkan mimpi lamanya itu.
ESPN | MARCA | TRIBALFOOTBALL | IRFAN BUDIMAN