TEMPO.CO, Jakarta - Bek Liverpool, Dejan Lovren, memberikan simpatinya kepada para pengungsi pencari suaka yang terusir dari rumahnya karena perang dalam buku dokumentari berjudul "Hidup Saya Sebagai Pengungsi" yang dilansir oleh Badan Pengungsi Persatuan Bangsa-Bangsa (UNHCR). Lovren, memiliki pengalaman serupa ketika masih kanak-kanak.
Meskipun berkewarganegaraan Kroasia, Lovren sebenarnya berasal dari sebuah kota di Bosnia dan Herzegovina, Zenica. Dia lahir dan tumbuh besar di sana sebelum negara tersebut dilanda perang saudara pada 1992.
Lovren menceritakan bahwa dirinya mengalami pengalaman buruk setelah melihat pamannya sendiri dibunuh secara sadis di depan orang ramai dengan menggunakan pisau. Kejadian itu hingga kini masih membekas di benak pemain 27 tahun itu.
Baca:Janji Mengejutkan Mourinho buat Sekelompok Fan Manchester United
"Banyak orang dibunuh secara brutal. Paman saya dibunuh dibunuh di depan banyak orang dengan pisau. Saya tak pernah membicarakan soal paman saya karena sangat sulit membicarakan soal itu. Ayah saya kehilangan saudaranya, satu anggota keluarga kami, itu hal yang sangat sulit," ujarnya.
Lovren masih berusia 3 tahun saat perang saudara antara etnis Kroasia dengan Serbia pecah di Bosnia dan Herzegovina. Sebelum perang itu terjadi, menurut Lovren, kehidupan di Zenica berlangsung dalam keadaan damai dan tentram.
Dia sendiri tak tahu secara pasti kenapa perang saudara itu terjadi. Yang dia tahu, kehidupannya berubah secara drastis dan keluarganya memutuskan untuk hijrah ke Jerman.
"Itu terjadi secara tiba-tiba saja. Semuanya berubah dalam waktu satu malam, perang di antara semua orang, 3 suku berbeda. Semua orang berubah," ujarnya.
"Saya hanya ingat suara sirine yang menakutkan karena saya kira itu adalah suara bom. Saya ingat ibu saya membawa saya ke ruang bawah tanah. Saya tak ingat berapa lama kami berada di sana, tetapi sepertinya hingga suara sirine itu hilang."
Baca: Petinggi Manchester United Terkesan, Kontrak Mourinho Akan Diperpanjang
"Setelah itu, saya ingat ibu, ayah, paman, dan istri paman saya mengendarai mobil ke Jerman. Kami meninggalkan semuanya, rumah, toko kecil, semua ditinggalkan. Kami hanya membawa satu tas kecil dan berangkat ke Jerman," cerita Lovren.
Selanjutnya: Terusir dari Jerman