Alasannya, gedung dua lantai itu milik Pemerintah Kota Surabaya dan akan diambil kembali. "Saya sudah dihubungi Asisten III Pemerintah Kota M. Taswin bahwa anak-anak tidak jadi diminta pergi," kata Komisaris PT Persebaya Indonesia, Saleh Ismail Mukadar, Senin (27/12).
Menurut Saleh, pemerintah kota telah setuju dengan sistem sewa menyewa seperti yang diinginkan Persebaya. Intinya, kata dia, Persebaya akan membayar sewa kepada pemerintah kota setiap periode waktu tertentu. "Tak usah khawatir tanah itu akan hilang, karena sudah ada dasar hukumnya," ujarnya.
Saleh menambahkan, keputusan wali kota itu tak lepas dari aksi unjuk rasa yang dua kali dilakukan Bonek ke kantor Wali Kota Surabaya pada pekan lalu. Saleh menyebut aksi Bonek itu dengan kreatif dan bernyali. "Sebab sejarah Persebaya ada di mes tersebut, makanya tim kebangaan warga Surabaya ini harus diselamatkan," katanya.
Saleh membenarkan bila lahan seluas empat hektar atau 49.000 meter persegi itu milik Pemerintah Surabaya. Dari lahan seluas itu sepertiganya dipakai untuk lapangan internal Persebaya serta mes pemain. Adapun selebihnya digunakan untuk Stadion Gelora 10 Nopember.
Pada 1972, kata Saleh, Ketua Umum Persebaya Joko Sutopo membangun sekretariat Persebaya tanpa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada 1991-1992 wali kota kala itu, Poernomo Kasidi merenovasi mes tersebut juga dengan dana non APBD. "Pemakaian APBD baru pada 1994 dan kami menggunakan stadion dan mes secara gratis," kata dia.
Sekarang, ujar Saleh, setelah memutuskan ikut kompetisi Liga Primer Indonesia, Persebaya tidak minta APBD lagi. Sebaliknya mereka justru akan membayar sewa mes dan stadion kepada pemerintah kota. "Kami bersedia bayar sewa agar Persebaya selamat, karena klub ini sudah jadi milik publik," kata Saleh.
KUKUH S WIBOWO