TEMPO.CO, Jakarta - Tahun 2015 menjadi tahun suram bagi sepak bola Indonesia. Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) dibekukan pemerintah. Langkah itu dususl jatuhnya sanksi dari otoritas tertinggi sepak bola dunia, FIFA, yang membuat Indonesia tidak bisa terlibat dalam aktivitas sepak bola internasional.
Berikut lintasan persitiwa terkait kisruh sepak bola nasional tersebut:
1 April
Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) merekomendasikan 16 klub untuk mendapatkan izin bermain dari Kepolisian. Arema Cronus dan Persebaya Surabaya ditolak karena bersengketa akibat dilanda dualisme kepengurusan. (Baca: Peserta Liga Super Indonesia, PSSI Melawan BOPI)
4 April
Liga Super Indonesia (ISL) yang kemudian berubah nama menjadi QNB League menggelar kickoff dengan 18 klub atas dukungan PT Liga Indonesia dan PSSI. Arema dan Persebaya tetap bermain.
8 April
Kementerian Olahraga melayangkan surat teguran pertama kepada PSSI yang dilanjutkan dua surat yang sama. PSSI dianggap abai atas larangan memainkan Arema dan Persebaya.
18 April
Kementerian Olahraga menerbitkan surat pembekuan kepengurusan PSSI bertepatan kongres luar biasa lembaga tersebut di Surabaya. Surat juga menyebutkan pembentukan Tim Transisi, lembaga pengganti PSSI sementara. (baca: Menpora Resmi Bekukan PSSI)
22 April
PSSI menggugat surat keputusan Kementerian Olahraga ihwal pembekuan kepengurusan PSSI melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN).
2 Mei
PSSI memutuskan menghentikan secara resmi semua kompetisi sepak bola musim 2015 dalam rapat komite eksekutifnya dengan dalih situasi tengah Force Majeure.
4 Mei
FIFA melalui Jerome Valcke, sekretaris jenderalnya saat itu, memperingatkan pemerintah mencabut sanksi pembekuan PSSI paling lambat 29 Mei sebelum lembaganya menjatuhkan sanksi.
30 Mei
Tak ada tanggapan dari pemerintah, Komite Eksekutif FIFA menjatuhkan suspensi terhadap PSSI sehingga dilarang bermain di ajang internasional yakni Piala Asia dan kualifikasi Piala Dunia 2018. (Baca: FIFA: Sanksi untuk Indonesia Bisa sampai 4 Tahun)
5 Juni
Persipura Jayapura menyatakan gulung tikar akibat dampak terhentinya kompetisi. Aksi tersebut diikuti klub-klub lainnya.
14 Juli
PSSI memenangi gugatan di PTUN. Hakim menyebut surat pembekuan kepengurusan PSSI menyalahi asas pemerintahan yang baik. Kementerian Olahraga nyatakan banding.
15 Agustus
Pemerintah melalui Tim Transisi menggelar kick off Piala Kemerdekaan untuk menggantikan Divisi Utama ISL di Stadion Maulana Yusuf, Serang, Banten.
30 Agustus
Kickoff Piala Presiden, turnamen pengganti ISL yang dimotori Mahaka Sports di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Bali.
2 November
Delegasi FIFA yang dipimpin Kohzo Tashima menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas pembenahan sepak bola nasional. Pemerintah menawarkan pembentukan tim kecil. Sedangkan di depan PSSI, FIFA nyatakan bakal bentuk komite ad hoc. (Baca: FIFA Pulang, Sepak Bola Indonesia Tetap Suram)
5 November
PSSI kembali memenangi gugatan di tingkat banding, Kementerian Olahraga ajukan kasasi. (Baca: Kasus Pembekuan PSSI, Kemenpora Curigai PT TUN)
2 Desember
Kementerian Olahraga memberitahukan lima anggota tim kecil ke FIFA. (Baca: Kisruh PSSI, Pemerintah Tunggu Pengurus Baru FIFA)
3 Desember
Komite Eksekutif PSSI memutuskan pembentukan Komite Ad Hoc Reformasi PSSI yang diketuai Agum Gumelar. Pemerintah menolak bergabung karena tak diberitahukan sebelumnya.
Baca: Menpora: Tak Ada PSSI, Sepak Bola Tetap Meriah
TRI SUHARMAN