TEMPO.CO, Jakarta - Seperti apa pengaruh kisruh sepak bola terhadap klub? Persib Bandung bisa menjadi jawaban. Sebagai juara Liga Super Indonesia (ISL) 2014, mereka ikut terpukul dan gagal mempertahankan performanya.
Tim kebanggan warga Jawa Barat itu merebut dua trofi sepanjang 2015, yakni dengan menjuarai Piala Wali Kota Padang dan nemenangi Piala Presiden 2015. Tapi, mereka gagal total di ajang Piala Jenderal Sudirman 2015.
Pelatih Djadjang Nurdjaman menilai, prestasi itu cukup bagus. "Prestasi kami cukup bisa dibanggakan lah selama 2015," ujar Djanur. Namun, kata dia, prestasi skuad berjuluk Maung Bandung itu seketika memudar lantaran kondisi sepak bola Indonesia kian suram tanpa ada kepastian kedepannya.
Djanur kecewa dengan sikap kekanak-kanakan ditunjukan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Kementrian Pemuda dan Olah Raga yang memilih berseteru daripada memajukan persepakbolaan Tanah Air. Yang dia maksud adalah pembekuan PSSI oleh Kemenpora yang menyebabkan ISl terhenti di tengah jalan. Meski kemudian ada turnamen Piala Presiden, Piala Kemerdekaan, serta Piala Jenderal Sudirman tapi klub-klub tak mendapat kepastian soal kelanjutan turnamen berikutnya.
Menurut Djadjang, kondisi itu pula yang membuat timnya gagal bersinar di Piala Jenderal Sudirman sehingga tersingkir di babak awal. Persiapan untuk turnamen ini sangat minim. Para pemain telat bergabung karena ketidakpastian kontrak. Klub sendiri tak bisa segera menuntaskan urusan kontrak karena tak ada kepastian kompetisi yang akan diikuti.
Kini, setelah Piala Jenderal Sudirman ketidakpastian itu kembali terjadi.Djanur pun mengaku terpaksa harus meliburkan anak asuhnya lantaran nihil kompetisi. "Setelahnya kemudian kita break, vakum kegiatan gara-gara sepak bola kita seperti ini," kata dia.
Persib boleh dikatakan bukan tim yang paling terpukul oleh kisruh sepak bola Indonesia. Banyak klub lain yang justru lebih menderita dan lebih apes nasibnya: kehilangan sponsor sehingga tak punya dana untuk memelihara tim. Akibatnya banyak klub yang membubarkan timnya. Para pemainnya pun harus mencari akal untuk membuat dapur mereka tetap ngebul. Mengikuti tarkam hingga merintis usaha sendiri antara lain menjadi pilihan banyak pemain.
Menurut Djadjang, tak pastinya jadwal kompetisi memang sangat tak ideal bagi klub. "Sangat terasa dan sangat memilukan lah sampai saat ini sudah hampir 2 bulan kita tidak punya kegiatan hanya latihan dan latihan saja tanpa ada tujuan mau ngapain, gak tahu juga kita, sehingga beberapa anggota dari tim berguguran ada yang pergi pulang, mengadu nasib ke luar negeri, orang-orang kadang mencibir kami tentu itu sangat berat bagi Persib," kata Djadjang.
Makanya, ia berharap pada 2016 mendatang nasib sepak bola Tanah Air secepatnya menemukan titik terang dan kompetisi Liga Indonesia kembali bergulir. Hal itu, kata dia, bakal kembali menghidupkan geliat olah raga paling populer di Indonesia. "Harapannya yang paling utama adalah segera kembali normalnya sepak bola indonesia kembali bergulir lagi kompetisi itu saja," kata Djadjang. "Apapun caranya pemerintah dan PSSI silakan urus cari solusi dan cari jalan yang terbaik itu aja."
AMINUDIN AS | NURDIN