TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Amnesti Internasional melaporkan pembangunan stadion untuk perhelatan Piala Dunia 2022 di Qatar diduga diwarnai dengan perbudakan para buruh migran. Mereka pun meminta Badan Sepak Bola Dunia, FIFA, untuk mendesak Qatar memenuhi janji memperbaiki kondisi kehidupan para pekerja.
Dalam laporan setebal 50 halaman itu, Amnesti Internasional menunjukkan sejumlah bukti telah terjadinya praktek perbudakan pada pembangunan Stadion Khalifa Internasional di Doha. Perbudakan itu terjadi mulai dalam bentuk kondisi kehidupan buruh yang mengerikan, hingga upah yang tak dibayarkan.
Sekretaris Jenderal Amnesti Internasional Salil Shetty mengatakan semua pekerja yang mereka temui mengeluhkan soal keadaan yang mereka hadapi. "Perbudakan terhadap pekerja migran adalah noda dalam hati nurani dunia sepak bola," ujarnya.
"Bagi pemain dan suporter, stadion Piala Dunia adalah tempat bermimpi. Sementara bagi para pekerja mereka seperti hidup dalam mimpi buruk. Selama lima tahun ini, FIFA telah gagal memenuhi janjinya bahwa Piala Dunia tak akan dibangun di atas pelanggaran terhadap hak asasi manusia," Salil melanjutkan.
Salil pun meminta klub-klub besar dunia tidak menutup mata terhadap masalah pelanggaran HAM di Qatar. Dia, misalnya, menyoroti Everton, Bayern Muenchen dan Paris Saint-Germain, yang pernah berlatih di kompleks olahraga Aspire Zone, Doha, yang dibangun dengan nuansa pelanggaran HAM yang kental.
"Sejumlah bintang sepak bola dunia mungkin sudah pernah berlatih di lapangan yang disiapkan dan dirawat oleh buruh migran yang dieksploitasi," kata Salil.
Qatar merupakan penyelenggara Piala Dunia 2022. Mereka berencana membangun sembilan stadion baru dan akan merenovasi tiga lainnya untuk menyambut pesta sepak bola termegah sejagat raya itu. Mereka juga sedang menyiapkan infrastruktur pendukung lain di tujuh kota yang akan menjadi tuan rumah.
THE SUN | FEBRIYAN