TEMPO.CO, Jakarta - Leicester sudah memastikan diri menjadi juara Liga Primer Inggris, Selasa dinihari, setelah Chelsea menahan Tottenham Hotspur 2-2. Dalam dua laga tersisa, nilai Leicester tak mungkin lagi terkejar Tottenham yang terpaut tujuh angka.
Keberhasilan Leicester ini bak kisah dongeng. Berikut langkah mereka menuju gelar juara yang diraih untuk pertama kalinya:
1. Pesta disiapkan selama 132 tahun
Dalam 132 tahun sejarah klub itu, prestasi tertinggi Leicester adalah urutan kedua pada 1929. Selebihnya mereka lebih banyak berjuang untuk promosi ke Liga Primer atau berusaha agar tak terdegradasi. Belakangan, mereka baru dua musim berlaga di Liga Primer dan kini berhasil menjadi juara.
2. Musim lalu nyaris terdegradasi
Apa yang dicapai Leicester musim ini nyaris sulit diterima akal. Terutama karena pada musim lalu mereka nyaris terdegradasi. Mereka baru bisa selamat setelah memenangi tujuh dari sembilan laga terakhirnya.
3. Kontoversi di Thailand
Laga pramusim dijalani Leicester di Thailand, yang juga jadi negara asal pemilik klub, Vichai Srivaddhanaprabha. Tapi, di sana para pemain klub ini justru membuat ulah memalukan. Dalam sebuah video terekam tiga pemain klub ini melakukan pesta seks dengan pekerja seka di Bangkok, bahkan melakukan pelecahan rasial pada mereka. Ketiganya langsung dipecat. Kontroversi lain juga muncul ketika musim sudah berlangsung. Saat itu beredar rekaman video yang menggambarkan Jamie Vardy melakukan pelechan rasial pada seorang warga Jepang saat berjudi di kasino.
4. Menyewa pelatih yang tak terduga
Nigel Pearson yang menyelamatkan klub dari degradasi diberhentikan. Dan gantinya cukup mengejutkan banyak pihak: Claudio Ranieri yang baru dipecat timnas Yunani. Ia pernah membesut banyak klub besar, termasuk Chelsea, Juventus, AS Roma, Inter, Atletico, dan AS Monaco. Tapi, pencapaian terbesarnya hanya runner-up. Untuk musim ini, pelatih asal Italia itu membuat target sederhana: selamat dari degradasi.
5. Melaju ke puncak
Leicester membuka musim dengan tak terkalahkan di enam laga, sebelum takluk oleh Arsenal. Setelah itu mereka kembali tak terkalahkan dalam 10 laga dan mapan di puncak klasemen, termasuk saat Natal dan tahun baru tiba. Tampilannya sempat naik turun sepanjang tahun ini, The Foxes akhirnya sukses mewujudkan hal yang tak terbayangkan: menjadi juara.
6. Pragmatismen dan kesatuan
Jangan bandingkan gaya Leicester dengan tiki-taka Barcelona. Mereka memakai pola 4-4-2 yang mengedepankan pragmatisme. Mereka juga termasuk tim yang memiliki statistik penguasaan bola yang rendah. Keunggulan mereka adalah dalam hal serangan balik serta pertahanan yang solid.
7. Tantangan ke depan
Musim depan tantangan besar akan menanti Leicester. Mereka berhak berlaga di Liga Champions. Kini Ranieri harus berjuang mempertahankan skuadnya, bahkan meningkatkannya. Suporter kini menuntut mereka bisa menyamai Nottingham Forest, yang mampu juara di Eropa pada musim berikutnya setelah meraih gelar perdananya.
AP | NURDIN