TEMPO.CO, Jakarta - Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia mengkritik langkah Presiden Direktur Persatuan Sepak Bola Tentara Nasional Indonesia Letnan Jenderal Edy Rahmayadi yang bergabung menjadi ketua Kelompok 85, pendorong Kongres Luar Biasa. Anggota Komite Eksekutif PSSI, Tony Aprilani, menyayangkan sikap Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat itu yang masuk politik persepakbolaan Indonesia.
"Kalau hanya bermain sepak bola, tak apa-apa, tapi bahaya kalau TNI ikut berpolitik di sepak bola," kata Tony ketika dihubungi Tempo, Rabu, 25 Mei 2016.
Selasa lalu, Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi menerima pinangan untuk memimpin Kelompok 85. Sebagai pemilik suara, Edy mengaku punya semangat yang sama untuk mereformasi sepak bola Indonesia. Edy bahkan mengancam akan melapor ke federasi sepak bola dunia atau FIFA jika PSSI tak segera menanggapi permintaan KLB.
Edy pun mengaku siap jika diminta Kelompok 85 menjadi calon Ketua Umum PSSI dalam KLB. "Alhamdulillah, tapi kalau tak ada yang calonkan, masak saya maju sendiri?" katanya, Selasa lalu.
Tony khawatir sikap Letjen Edy tersebut malah mengganggu kepengurusan PSSI pasca-pencabutan pembekuan serta sanksi dari pemerintah dan FIFA. Dia pun menggambarkan langkah Letjen Edy sebagai contoh dwifungsi ABRI zaman Orde Baru.
Selain itu, Tony mengantongi informasi adanya unsur paksaan dan tekanan dari tentara di Kelompok 85. Tony mengklaim ada sejumlah pemilik suara PSSI yang ditekan pihak TNI untuk bergabung mendorong KLB. "Keterangan ini saya peroleh dari pihak yang akhirnya bergabung (ke Kelompok 85) dan pihak yang tidak bergabung. Mereka mengaku ditekan Dandim, Danrem, sampai Pangdam," tuturnya.
Walhasil, PSSI akan memasukkan isu tekanan tentara dalam proses verifikasi permintaan KLB oleh Kelompok 85. Nantinya, Tony dan tim verifikasi akan mengklarifikasi tudingan tekanan dari TNI ke masing-masing anggota Kelompok 85 dan kelompok penolak KLB. "Tudingan desakan semakin kuat karena sebagian besar anggota Kelompok 85 sebelumnya menolak KLB. Tapi sekarang mereka dukung KLB," ucapnya.
Tony mengatakan PSSI membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk memverifikasi permintaan KLB dari Kelompok 85. Dia pun mengklaim akan transparan dalam proses verifikasi. Tony beralasan permintaan KLB merupakan hak masing-masing pemilik suara.
Anggota Komite Eksekutif PSSI lainnya, Djamal Aziz, menyerahkan langkah selanjutnya kepada pelaksana tugas Ketua Umum PSSI, Hinca Panjaitan. Salah satunya menggelar kongres tahunan PSSI pada Agustus 2016. Dalam kongres tahunan tersebut, PSSI akan menyampaikan langkah kerja sesuai dengan perintah FIFA setelah mencabut sanksi.
Sayangnya, Edy Rahmayadi dan perwakilan Kelompok 85 belum memberikan tanggapan. Telepon dan pesan pendek Tempo belum mendapat respons.
INDRA WIJAYA