Pelatih Sepak Bola asal Austria, Alfred Riedl (kiri) memegang surat kontrak bersama Ketua Badan Tim Nasional (BTN), La Nyalla Mahmud Mattalitti (tengah) dan Sekretaris Jenderal PSSI, Joko Driyono (kanan) dalam sesi foto bersama seusai menggelar jumpa pers di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (7/12). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO , Jakarta - Pengamat sepak bola Mohamad Kusnaeni menilai Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia masih belum menerapkan sistem yang transparan dalam hal pemilihan pelatih tim nasional. Menurut dia, sebelum memutuskan sosok pelatih yang tepat, publik perlu tahu calon-calon yang akan menempati kursi kepelatihan.
"PSSI itu milik masyarakat jadi sudah seharusnya wacana pemilihan pelatih dilempar dulu ke publik meski keputusan akhir tetap di PSSI," kata Kusnaeni, Sabtu, 7 Desember 2013. Selain itu, lanjut dia, PSSI juga kerap tidak mau terbuka ihwal nilai kontrak yang disepakati dengan pelatih.
Padahal, dengan mengetahui nilai kontrak, publik bisa mengukur apakah pelatih yang direkrut layak atau tidak. "Karena bisa saja ada pelatih lokal atau asing lainnya yang lebih bagus meski stoknya terbatas," tutur Kusnaeni.
Lebih lanjut, Kusnaeni mempertanyakan pemilihan kembali Alfred Riedl di kursi pelatih timnas. Pasalnya, dari sisi prestasi, Riedl belum menunjukkan hal yang luar biasa. Ia menduga penunjukkan Riedl lebih kepada upaya untuk membayar utang saja.
Ke depan, Kusnaeni berharap agar PSSI lebih transparan dan akuntabel dalam hal pemilihan pelatih timnas. Bila perlu, PSSI membentuk tim yang khusus memburu sosok pelatih. "Perlu ada fit and proper test juga dalam pemilihan pelatih," katanya.
Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal PSSI Joko Driyono menyebut nilai kontrak Alfred Riedl selama tiga tahun ke depan lebih besar jika dibandingkan dengan kontrak sebelumnya. Namun Joko enggan mengatakan nilainya.