Seorang panitia berdiri didepan logo resmi Konggres PSSI 2014 di Hotel Shangri-La, Surabaya, (26/1). Konggres yang berlangsung dua hari ini di ikuti delegasi dari 32 Asosiasi Provinsi PSSI, 18 perwakilan kulub ISL dan 12 perwakilan klub Divisi Utama. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO , Jakarta - Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia mulai menggodok aturan seputar isu rasisme. Dari hasil evaluasi Liga Super Indonesia 2013, PSSI melihat tidak ada beleid yang mengatur persoalan rasis dalam pertandingan sepak bola.
Menurut Ketua Departemen Lisensi Klub Tigor Shalomboboy, ketiadaan aturan mengenai rasis disebabkan tidak adanya definisi yang jelas tentang rasisme. "Semua elemen pertandingan mesti duduk bersama untuk menentukan definisi dan batasan rasis dalam pertandingan," katanya dalam diskusi mengenai regulasi LSI 2014 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat 31 Januari 2014.
Tigor mengatakan batasan rasis jelas jika merujuk pada masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). "Tapi dalam prakteknya hal itu sulit ditentukan," katanya. Apalagi jika masalah rasis melibatkan kelompok pendukung klub yang memadati stadion. Pasalnya, tidak sedikit penghinaan yang datang dari tribun. "Rasisme juga bisa dilakukan oleh official, termasuk pelatih dan manajer, yang berkomentar melalui media massa."
Tigor melanjutkan, hal yang lebih penting dari permasalahan rasisme adalah aspek penegakan hukum. "Rasisme bukan hal baru dalam dunia sepak bola. Yang penting adalah seberapa berani dan tegas kita memberikan sanksi," katanya.
PSSI saat ini berupaya untuk melakukan pencegahan terjadinya rasis di setiap pertandingan sepak bola. Salah satu kebijakan baru yang sudah dihasilkan bersama PT Liga Indonesia ialah meminta wasit untuk membuat laporan usai memimpin pertandingan. "Selama ini kewajiban membuat laporan hanya dilakukan oleh pengawas pertandingan saja," kata Tigor.