Indra Sjafri, Timnas Indonesia U-19 dan Cita-Cita
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Febriyan
Sabtu, 21 Oktober 2017 10:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelatih Indra Sjafri, mengaku cukup miris karena sejumlah pemain Timnas Indonesia U-19 yang dibesutnya pada 2013 lalu kini tenggelam karirnya. Dia pun berbicara banyak soal target yang ingin dicapainya saat ditemui Tempo di lokasi training camp Timnas Indonesia U-19 di Cikarang, Bekasi, pada Selasa, 17 Oktober 2017.
T: Bicara masalah pemain muda. Banyak pemain eks Timnas Indonesia U-19 pada 2013 lalu kini tenggelam. Ada masalah apa?
IS: Hubungannya dengan pelatih (klub). Dia berani nggak kasih kesempatan main pemain yang muda. Sekarang teman-teman saya pelatih klub, berani tidak dia mengorbitkan pemain muda?
Seperti yang saya lakukan saat melatih Bali United, banyak yang protes kenapa yang dipasang pemain muda. Kenapa tak pasang pemain senior atau pemain asing. Sekarang apa hasilnya, mereka (Bali United) punya pondasi pemain muda muncul di situ, yang selama ini tidak punya nama. Jadi butuh komitmen pelatih.
Selain itu ada juga masalah dengan si pemainnya sendiri. Ada yang tidak bisa beradaptasi dengan kondisi tim barunya.
T: Bagaimana anda menjaga hubungan dan komunikasi dengan para pemain yang masih berusia muda?
IS: Mereka ini kan masih berusia 16, 17, 19 tahun. Menurut kursus kepelatihan, pelatih itu dia harus sebagai bos. Dia harus keras, punya nilai lebih, paham teknis, dan harus mengontrol emosi sepakbola dia. Saya bilang ke anak-anak, saat di lapangan coach adalah bos dan dia harus dengarkan omongan saya.
Tapi ada saat pelatih sebagai bapak. Mereka berkeluh kesah, cerita soal sekolah, orang tua, saya layani. Sebagai teman, kami ya bercanda. Kami ke mall kami bercanda. Kadang juga saya berperan sebagai pembantu. Ketika mereka sakit, kita sama dokter kan mengurusin mereka.
Misal saat (kiper Muhammad) Riyandi cedera, kita tanyakan "Dok makan Riyandi sudah? AC-nya terlampau dingin tidak? Dan di situ saya tidak perlu sandiwara untuk pura-pura peduli.
Tapi kalau ada pemain yang tak benar, saya pasti marahi. Makanya pemain banyak yang bilang saya pelatih yang galak. Di lapangan iya. Sepakbola itu main 11 orang, begitu dia egois maka saya akan marahin dia. Harus diktator.
T: Apa target dan cita-cita anda yang masih belum tercapai?
IS: Cita-cita saya dari sisi sepakbola, saya ingin kompetisi tingkat muda dari tingkat kabupaten sampai nasional setiap tahun berjalan baik. Dan kita bisa adaptasi sistem turnamen yang dilakukan FIFA atau AFC.
Saya juga ingin, kalau (kontrak) saya diperpanjang setelah Desember nanti, saya akan persentasikan langkah-langkah yang menuju Piala Asia kemudian Piala Dunia (U-20). Target saya itu dulu, 4 besar di Asia, kita lolos Piala Dunia. Karena tak pernah ada satu negara pun yang lolos Piala Dunia senior, jika tim juniornya belum masuk Piala Dunia U-20.
T: Ada pembicaraan soal kontrak baru dengan PSSI?
IS: Kalau secara resmi sih belum. Tapi yang saya dengar akan segera dibicarakan.
T: Anda pernah melatih di Bali United dan sekarang di Timnas Indonesia U-19. Bagaimana dengan keluarga? Apakah mereka tidak protes karena waktu anda tersita?
IS: Alhamdulillah keluarga saya mendukung. Saya sama istri dan anak-anak komunikasi juga lancar. Bisa video call, kalau ada waktu saya pulang ke rumah kalau tidak istri saya yang datang ke sini.
T: Kalau dari sisi pendapatan bagaimana?
IS: Saya happy-happy saja dengan rejeki saya. Tak pernah saya ngomel. Bahkan pindah dari Bali United ke Timnas, gajinya lebih tinggi di Bali. Tapi tingkat kebanggaanya lebih tinggi (melatih) Timnas. Kan penghargaan itu tak hanya uang saja yang jadi patokan. Jadi itu tak bisa dinilai dengan harta dan uang saja.
T: Anda sebelumnya pernah dicopot oleh PSSI sebagai pelatih Timnas Indonesia U-19, tidak kecewa?
IS: Tidak. Saya kasian saja lihat mereka. Lima hari setelah dipecat saya kan bekerja lagi. Saya kasian dengan kebijakan mereka. Saya nggak sedih kok. Walaupun saya dipecat timnas, saya akan tetap mengabdi pada pesepakbolaan Indonesia. Bagi saya semua pekerjaan itu amanah. Perlu dikerjakan sungguh-sungguh dan istiqomah. Rejeki itu sudah ada yang menentukan. Makanya saya tidak pernah neko-neko. Saya istiqomah, saya jaga integritas saya, saya coba buat tim yang baik, hasilnya mulai keliatan, masyarakat senang.
T: Kenapa PSSI dulu mencopot anda?
IS: Karena gagal masuk Piala Dunia U-20. Seolah-olah saya ini orang gagal karena tidak memasukan Indonesia ke Piala Dunia. Pertanyaan saya dalam hati sambil ketawa, kalau sebelumnya Indonesia pernah masuk Piala Dunia dan di latih saya ternyata gagal masuk tidak apa-apa saya dicopot. Tapi ini, kapan sih Indonesia pernah masuk Piala Dunia? Dan mereka lupa bahwa saya sudah berikan Piala AFF, sudah memasukan ke kualifikasi Piala Asia. Mereka lupa itu. Saya ketawa saja. Mudah-mudahan PSSI sekarang punya komitmen, dan konsistensi.
T: Harusnya langkah PSSI saat itu seperti apa?
IS: Kalau saya dinilai masih bodoh, sekolahkan dong. Jangan hanya berselimut kegagalan saja. Oh ini coach Indra kapasitasnya harus ditingkatkan. Ayo dong sekolahkan. Toh saya orang yang mau belajar. Jangan hanya menghapus dosa lama dengan dosa baru. Selalu saja berpikir orang asing hebat tanpa memberikan kesempatan pada anak bangsa sendiri. Sudah saatnya kita belajar merangkak dengan kaki kita sendiri. Kalau nggak belajar merangkak, kapan kita jalan. Kapan berlari. Atau mau lihat orang lain berlari-lari di Indonesia.
Supaya banyak pelatih lokal berlari di Indonesia. Kan sekarang banyak pelatih muda. Saya bukan menyuarakan kepentingan saya, tapi kepentingan anak bangsa. Kita harus mulai berdikari supaya bisa berlari.
T: Anda juga sempat menolak ketika diminta menangani Timnas Senior, Kenapa sekarang mau menangani Timnas Indonesia U-19 lagi? Apa karena dulu masih sakit hati?
IS: Saya nggak pernah sakit hati, saya nggak pernah dendam, tapi saya nggak pernah lupa. Bedakan itu ya. Silaturahmi saya dengan pengurus PSSI lama sangat baik, tapi saya nggak pernah lupa soal itu. Kenapa saya nggak terima tim senior? Saya mau mempersiapkan Generasi baru pemain sepakbola yang sesuai visi bermain saya. Baru saya mau masuk.
Saya sudah menyiapkan Evan Dimas cs, tapi sayang sekarang banyak yang menghilang. Sekarang saya coba siapkan lagi satu generasi. Muncullah generasi pemain ini.
T: Jadi ke depannya kalau generasi ini sudah siap anda mau menjadi pelatih timnas senior?
IS: Mudah-mudahan saya bisa menjadi pelatih timnas senior. Kalau diberi kepercayaan. Kalau Tuhan berkehendak. Kalau nggak juga tidak apa-apa.
T: Dua tiga tahun ke depan anda siap menangani timnas senior?
IS: Mungkin dua tiga tahun lagi saya akan coba. Kalau diberi kesempatan oleh PSSI.
Baca juga seri lain dari wawancara eksklusif Tempo bersama Pelatih Timnas Indonesia U-19, Indra Sjafri, hanya di Tempo.co