Liga 2: Intimidasi Jurnalis, Pemain dan Suporter PSIM Dipolisikan
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Hari Prasetyo
Rabu, 23 Oktober 2019 13:58 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dua orang jurnalis yang menjadi korban intimidasi dan kekerasan pemain dan suporter PSIM saat meliput laga lanjutan Liga 2 2019 PSIM Yogyakarta versus Persis Solo di Stadion Mandala Krida pada Senin, 21 Oktober 2019, resmi melaporkan kasusnya ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Rabu 23 Oktober 2019. Kedua jurnalis itu yakni Budi Cahyono dari Goal Indonesia dan Guntur Aga dari harian Radar Jogja.
Budi Cahyono melaporkan bek PSIM, Achmad Hisyam Tolle, yang saat itu menghardik dan memaksa dirinya segera menghapus foto-foto yang diambil jurnalis itu saat Tolle berseteru dengan pemain Persis Solo, Mochamad Shulton Fajar.
“Kamera saya mau direbut dia untuk dihapus foto-fotonya, tapi masih saya pertahankan. Lalu dia (Tolle) dengan dua pemain PSIM lain (Hendika Arga dan Aldaier Makatindu) di ruang ganti pemain memaksa saya menghapus semua foto, termasuk foto saat dia memukul dan menendang Shulton,” ujar Budi saat melaporkan kasus itu di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda DIY.
Tolle saat itu memang berkelahi dengan Shulton karena pemain Persis itu diduga mengulur-ulur waktu laga. Kejadian yang akhirnya ikut memicu rusuh penonton di dalam stadion di penghujung waktu itu situasi PSIM Yogya masih tertinggal 2-3 dari Persis Solo.
“Dia (Tolle) memang tidak sampai melakukan kekerasan fisik, tapi sudah mengintimidasi dan mengganggu serta menghalangi kerja saya sebagai jurnalis,” ujar Budi.
Adapun wartawan yang juga fotografer Radar Jogja, Guntur Aga melaporkan aksi pengeroyokan sejumlah oknum suporter PSIM saat dirinya meliput laga itu.
“Saya awalnya dicekik, lalu dipukuli beramai-ramai dari belakang. Saya tidak tahu siapa saja mereka, tapi mereka intinya meminta saya menghapus foto-foto yang saya ambil,” ujarnya.
Juru Bicara Polda DIY Komisaris Besar Polisi Yuliyanto berjanji jika laporan kedua jurnalis itu telah lengkap maka pihaknya akan segera menindaklanjuti. “Prinsipnya semua laporan dari masyarakat yang masuk akan kami proses,” ujar Yuli.
Setelah aksinya dikecam dan disorot, pemain PSIM Yogyakarta, Tolle, sejauh ini baru melayangkan permintaan maaf melalui akun media sosialnya. Dalam Instagram Story yang diunggah Selasa (22/10) malam, Tolle mengatakan memohon maaf atas perilakunya yang buruk sebagai pesepakbola profesional.
“Khususnya saya meminta maaf kepada pemain Persis Solo yang bersangkutan dan juga kepada wartawan, mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran berharga buat saya untuk ke depannya," ujar pemain 25 tahun itu. Tolle juga mengaku siap menerima hukuman lantaran aksi memalukannya itu.
"Tak ada pembelaan sama sekali atas perilaku buruk saya, dan saya siap menerima konsekuensi apapun itu terhadap perilaku saya. Saya salah dan mengakui kesalahan saya,” ujarnya.
Dalam siaran pers sebelumnya, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Tommy Apriando, mengatakan tindakan kekerasan terhadap jurnalis telah menghalangi hak publik untuk memperoleh berita akurat dan benar karena jurnalis tidak bisa bekerja dengan leluasa di lapangan. "Jurnalis itu bekerja untuk kepentingan publik," ujar Tommy.
Tommy juga menyebut tindakan para suporter menunjukkan betapa tidak pahamnya terhadap aturan hukum. Kekerasan para suporter terhadap Guntur jelas melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.
Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan melawan hukum dan mengancam kebebasan pers. Selain itu, juga dijelaskan bahwa kegiatan jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik.
Pasal 8 UU Pers juga jelas menyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis dilindungi hukum. Pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial. Maka, ancaman bagi pelanggarnya pun tak main-main, hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
AJI Yogyakarta mendorong agar perusahaan media tempat Guntur bekerja mendampingi pelaporan ke pihak kepolisian. Tren kekerasan terhadap jurnalis terus meningkat, namun sedikit yang diselesaikan secara hukum.
Kekerasan terhadap jurnalis oleh suporter sepak bola di Yogyakarta sebelumnya pernah terjadi dan tidak tuntas ditangani melalui proses hukum. Buruknya penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis oleh suporter sepakbola menjadi preseden buruk.
PRIBADI WICAKSONO