TEMPO Interaktif, Madrid -- Sampai menjelang berakhirnya pertandingan, Bayern Muenchen cuma bermain seri 1-1 menjamu tamu mereka, Eintracht Frankfurt. Dada suporter tuan rumah kian sesak menyaksikan pergantian pemain di luar kelaziman pada menit ke-86: striker Luca Toni digantikan stopper Martin Demichelis.
Hari itu pelatih Louis van Gaal mempertontonkan "keajaiban"-nya. Dua menit setelah pergantian tersebut, stopper Daniel van Buyten, yang bermain lebih ke depan setelah masuknya Demichelis, mencetak gol. Muenchen menang 2-1 dan Van Gaal lolos dari pemecatan. Laga Liga Jerman itu berlangsung pada pertengahan Oktober.
Nyaris. Itu kata yang tepat untuk menggambarkan perjalanan Van Gaal musim ini. Berkali-kali diisukan akan dipecat, pelatih asal Belanda itu kini malah berpeluang mempersembahkan treble winners. Setelah Liga Jerman dan Piala Jerman, pria 58 tahun itu, siap melengkapinya dengan trofi Liga Champions bila menundukkan Inter Milan di Madrid nanti malam.
"Tim ini bermain luar biasa dan bisa menundukkan siapa pun," kata Presiden Kehormatan Muenchen Franz Beckenbauer. Padahal Der Kaizer--julukan Beckenbauer--adalah orang yang paling menginginkan pemecatan Van Gaal pada awal musim.
Van Gaal sudah 20 tahun melewatkan kariernya sebagai nakhoda tim. Dia bukan pelatih sembarangan. Pria ini telah mengecap gelar kompetisi domestik di dua liga bergengsi dengan tiga tim berbeda: Ajax Amsterdam (1993/94, 1995/96) dan AZ Alkmaar (2008/09) di Liga Belanda serta Barcelona (1997/98, 1998/99) di Liga Spanyol.
Malam ini, Muenchen akan berhadapan dengan Inter Milan pada partai puncak Liga Champions. Van Gaal sebenarnya merasa lebih tertantang untuk bertemu dengan Barcelona. Tapi dia lebih senang bertemu dengan Inter, yang, menurut dia, tidak "sesempurna" El Barca.
Apalagi dia berkesempatan bereuni dengan Jose Mourinho, pelatih Inter. "Kami berteman dekat, dalam beberapa hal, Jose dan saya seperti soulmate," kata Van Gaal soal pelatih yang 11 tahun lebih muda darinya itu. "Kami kerap bertukar sapa lewat SMS."
Mourinho pernah menjadi penerjemah dan kemudian menjadi asistennya di Barcelona pada kurun 1997-2000. Dulu dia menyukai kecerdasan dan kerendahan hati Mourinho. Sekarang dia menghormati prestasi The Special One--begitu Mourinho menjuluki dirinya sendiri--tapi tidak menyukai gaya main tim-tim asuhan juniornya itu.
"Mourinho menginginkan kemenangan, saya menginginkan tim yang menyerang. Itu dua hal yang berbeda," kata Van Gaal. "Jose dulu sangat rendah hati. Dia kerap menyerahkan hasil kerjanya (sebagai pengamat bakat dan pelatih Barcelona B) ke rumah saya."
Di Madrid nanti, Van Gaal berharap panitia menyandingkan mereka berdua saat konferensi pers seusai pertandingan. Jamaknya, konferensi pers dilakukan terpisah. "Agar orang tahu betapa dekatnya hubungan kami. Tapi saya ingin mengalahkan dia, dan dia pasti ingin mengalahkan saya."
TODAYONLINE | ANDY M