Menuju Kongres PSSI, Komite Banding Dianggap Tak Transparan
Editor
Nurdin Saleh TNR
Selasa, 20 September 2016 13:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Banding Pemilihan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia telah merampungkan proses banding dari bakal calon pengurus yang tak lolos verifikasi. Setidaknya, komite tersebut menerima 10 permohonan banding bakal calon pengurus yang sebelumnya telah digugurkan Komite Pemilihan PSSI, Sabtu dua pekan lalu.
Komite Banding Pemilihan yang terdiri dari Erick Thohir sebagai ketua, Dodik Wijanarko, dan Hamid Awaluddin sebagai anggota, telah menggelar rapat final, Sabtu pekan lalu. Hasilnya, Erick Thohir cs mengabulkan tiga permohonan banding yang diajukan oleh Sarman (calon ketua umum dan wakil ketua umum), Cheppy T. Wartono, dan Yesayas Oktavianus (calon anggota komite eksekutif). Ketiganya kini berhak bergabung dengan calon-calon yang bakal bersaing dalam kongres pemilihan pengurus PSSI, 17 Oktober mendatang.
Walhasil, Komite Banding menolak permohonan tujuh bakal calon yang terdiri dari yang diajukan Eddy Sofyan, Arief Putra Wicaksono, Joseph Erwiantoro, Rhandie Arindra Ferdian, Apung Widadi, Gatot Achmad Supriyanto, dan Edy Nurinda. Salah satu calon yang tak lolos, Arief Putra Wicaksono mengaku kaget dengan keputusan Komite Banding Pemilihan. Menurut dia, selama ini komite yang dipimpin Erick Thohir itu tak pernah memberikan kabar tentang proses banding. (Baca: Sidang Komite Banding PSSI: 3 Calon Diterima, 7 Ditolak)
"Sebelum sidang di Komite Banding pasti ada prosesnya seperti hearing untuk dengarkan apa saja materi banding kami. Tapi nyatanya tak ada, kami tak pernah diberi tahu," kata Arief ketika dihubungi Tempo, kemarin.
Bos Nine Sport Inc itu juga menuding Komite Banding dan Komite Pemilihan PSSI tak transparan. Musababnya, hingga sekarang kedua komite itu tak bisa menjelaskan alasan dirinya tak lolos verifikasi sebagai bakal calon pengurus PSSI.
Padahal, Arief mengaku sudah lama berkecimpung di industri sepak bola Tanah Air. Perusahaannya sudah beberapa kali membantu PSSI untuk menggelar training camp untuk tim nasional ke luar negeri, hingga ke klub-klub top Eropa. "Kenapa kegiatan saya ini tak dihitung oleh Komite Pemilihan dan Komite Banding?" kata Arief.
Apung Widadi juga mempertanyakan akuntabilitas Komite Pemilihan dan Komite Banding PSSI.
Pendiri Save Our Soccer atau #SOS itu adalah salah satu bakal calon yang ditolak menjadi kandidat pengurus PSSI oleh kedua komite tersebut. Sama seperti Arief, Apung juga mempertanyakan alasan Komite Pemilihan dan Komite Banding tak meloloskannya ikut kongres pemilihan PSSI.
Apung mengkritik kedua komite itu mengedepankan asas politik dan pertemanan dalam menjaring calon-calon pengurus PSSI. Musababnya hanya nama-nama lama di dunia sepak bola Indonesia yang lolos menjadi kandidat pengurus PSSI. "Generasi muda yang pro perubahan dihambat dalam proses perbaikan sepak bola Indonesia," kata Apung dalam siaran pers.
Juru bicara Komite Pemilihan PSSI Irawadi Hanafi membantah tudingan Arief dan Apung. Menurut Irawadi komite yang dipimpin Agum Gumelar tersebut sudah bekerja dengan profesional dan taat aturan. "Kami tegaskan, mereka yang tak lolos memang tak memenuhi syarat statuta PSSI," kata Irawadi ketika dihubungi Tempo, kemarin.
Berdasarkan statuta PSSI pasal 34 ayat 4, calon ketua umum dan anggota komite eksekutif harus warga negara Indonesia berusia minimal 30 tahun. Syarat lainnya, calon harus aktif di dunia sepak bola sekurang-kurangnya lima tahun. Calon tersebut juga tak pernah dinyatakan bersalah atas tindakan melanggar hukum.
Irawadi menambahkan, syarat pengalaman lima tahun dalam statuta tersebut adalah berkecimpung langsung di dunia sepak bola seperti mengurus klub yang diakui PSSI. Walhasil, pengalaman di luar mengurus klub, seperti pengamat dan bos event organizer sepak bola dianggap tak memenuhi syarat.
"Kalau kami loloskan, maka akan banyak sekali yang ikut. Lagi pula akan tidak adil kalau kami loloskan calon yang tak sesuai aturan," kata Irawadi. "Kami paham jika mereka kecewa."
Dua anggota Komite Banding Pemilihan PSSI Dodik Wijanarko dan Hamid Awaluddin belum bersedia memberikan komentar. Dodik yang merupakan jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat sedang berada di Surabaya ketika Tempo menghubungi telepon selulernya. Sementara Hamid mengaku sedang berada di luar negeri.
INDRA WIJAYA