TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi tak mau menanggapi soal adanya pertemuan Asosiasi Provinsi (Asprov) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada Senin lalu di Jakarta. Pemerintah, kata dia, mendukung keinginan mereka yang ingin menggelar kompetisi sepak bola profesional, amatir, hingga kelompok umur, asalkan ada reformasi yang ditawarkan.
Menteri Imam tidak mempermasalahkan nama kompetisi yang akan digulirkan, baik Indonesia Super Competition (ISC) atau Indonesia Super League (ISL). "Semua liga akan menjadi pertimbangan pemerintah, asal reform. Artinya, semua direformasi, transparansi ada, keterlibatan semua pemain ada, karena semua itu diikat dalam kontrak," ujar dia, di kantornya, Rabu, 23 Maret 2016.
Ia juga menegaskan perlunya klub mendapat jaminan terhadap kenyaman mereka, yaitu melalui adanya pembagian yang merata antara klub dengan operator. "Demikian pula sponsor juga lega karena mendapat pertanggungjawaban," imbuhnya. "Suporter juga merasa nyaman menonton karena ter-cover keamananya. Ke depan suporter harus punya saham di klub."
Staf Khusus Bidang Olahraga Kemenpora M Khusen Yusuf menambahkan apa pun nama liganya nanti tetap harus mengedepankan prinsip tata kelola sepak bola dengan baik. "Kalau hanya mengulang sebelum-sebelumnya, hak pemain nggak jelas, kontrak pemain juga tidak jelas, hak klub tidak dipenuhi, itu sama saja," kata Khusen saat ditemui terpisah, Rabu, 23 Maret 2016.
Kemenpora, menurut Khusen, berupaya mendorong klub agar menjadi bagian dari steak holder yang harus dibangun agar lebih sehat. Operator kompetisi, ia menambahkan, juga harus bertanggung jawab terhadap klub sebagai instrumen pembinaan dan industri. "Pemerintah prinsipnya akan memberi ruang pada penyelenggaraan kompetisi apabila syrat-syarat dipenuhi, pembagian keuntungan lebih fair," tuturnya.
Tak hanya kompetisi untuk klub profesional, menurut Khusen, pemerintah juga ingin kompetisi klub amatir maupun kelompok umur juga digulirkan. Alasannya, dari kompetisi kelompok umur akan muncul bibit-bibit pemain sepak bola masa depan.
"Intinya kasih dulu penjelasan ke pemerintah kompetisi seperti apa yang akan digulirkan PSSI. Tetapi tetap nantinya harus diverifikasi BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) atau Kemenpora sebagai penanggung jawab keolahragaan," kata Khusena.
Menurut Khusen, dari beberapa turnamen yang sudah digelar seperti Piala Presiden, Piala Jenderal Sudirman, dan Piala Bhayangkara yang saat ini bergulir, itu bisa menjadi raw model bagaimana sepak bola dikelola lebih fair. "Tapi tentu saja kompetisi penuh itu lebih besar skalanya," ujarnya.
Pertemuan Asprov PSSI se-Indonesia di Hotel Sultan, Jakarta, Senin, 21 Maret 2016, menyepakati lima poin penting yang memuat sikap mereka terhadap perkembangan situasi sepak bola di Indonesia. Meski Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jawa Timur, mereka tak ingin menggelar Kongres Luar Biasa.
Dalam kesepakatan yang mereka sebut 'Deklarasi Jakarta', mereka menegaskan tetap mendukung pengurus PSSI hasil KLB tahun lalu yang menetapkan La Nyalla sebagai Ketua Umum. Selain itu mereka menginginkan PSSI kembali menggelar kompetisi profesional, amatir, maupun kelompok umur.
Kepala Komunikasi Kemenpora Gatot S Dewa Broto, mengatakan sebenarnya Kemenpora diundang hadir dalam pertemuan Asprov tersebut. Namun, kata Gatot. karena masih berada di Australia, tidak bisa hadir. "Kami menghormati apa pun hasilnya, kami juga tidak mau ikut campur tangan," ujar dia, Rabu, 23 Maret 2016.
Terkait keinginan Asprov PSSI menggelar kompetisi, Gatot mengatakan pemerintah tidak menghalangi. Tetapi ia mengingatkan tetap harus diverifikasi BOPI. "BOPI masih sah," kata Gatot.
RINA WIDIASTUTI