Luka Modric, Anak Penggembala Kambing Jadi Pemain Terbaik FIFA
Reporter
Terjemahan
Editor
Febriyan
Selasa, 25 September 2018 11:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gelandang Real Madrid, Luka Modric, meraih pencapaian tertingginya setelah terpilih menjadi Pemain Terbaik FIFA 2018. Masa kecil yang keras menempa pemain berusia 33 tahun itu menjadi sosok paling berpengaruh di lapangan hijau saat ini.
Lahir di desa Modrici, sebelah utara Kota Zadar yang kini menjadi bagian dari
Yugoslavia, Luka Modric adalah anak tertua dari pasangan Stipe Modric dan Radojka
Dopud. Luka merupakan nama kakeknya dari sisi sang ayah yang banyak mengasuhnya.
Terlahir dalam keluarga miskin, Luka kecil ikut membantu keluarganya dalam mencari
nafkah. Sejak berusia 5 tahun dia sudah membantu Stipe untuk mengembala kambing di kampung halamannya sementara ibunya bekerja sebagai tukang jahit.
Masa kecil Luka Modric sebagai pengembala kambing terekam dalam film dokumenter yang dibuat oleh Pavle Balenovic di Kroasia antara 1989-1990. Dalam rekaman itu, terlihat jelas kecintaan Luka Modric terhadap sepak bola. Dia selalu membawa bola di kakinya seraya mengembala kambing.
Pada usia 6 tahun Luka kecil kehilangan kakek yang disayanginya. Luka senior
dieksekusi oleh pemberontak Serbia. Ya, masa kecil Luka Modric memang diselimuti
situasi perang saudara di negaranya.
<!--more-->
Situasi perang pulalah yang membuat dia harus mengungsi dari desa Modrici ke kota
Zadar. Mereka harus hidup di pengungsian setelah kediaman mereka dibakar oleh
pemberontak.
Meskipun lahir di daerah yang kini dikuasai oleh Yugoslavia, Stripe lebih mendukung
Kroasia untuk menjadi sebuah negara. Dia bahkan sempat bergabung dengan tentara
Kroasia sebagai mekanik dalam perang saudara tersebut.
Meskipun diselimuti suasana perang, kecintaan Luka Modric kepada sepak bola tak juga pupus. Modric kecil terus bermain di halaman hotel yang menjadi tempat dia bermukim.
Setelah Kroasia merdeka pada 1991, Modric akhirnya mendapatkan pendidikan sepak bola di akademi NK Zadar. Hal itu tak lepas dari bantuan pamannya setelah melihat bakat dan kemauan Modric yang kuat.
Di akademi itulah dia bertemu dengan Tomislav Basic, pelatih yang dianggap Modric
sebagai orang tuanya di sepak bola. Dalam wawancara dengan media Spanyol, Modric
mengaku sempat sedikit berbuat bandel terhadap Basic.
<!--more-->
Dia mengaku sempat melakukan tes dengan salah satu tim besar Kroasia, Hajduk Split, tanpa sepengetahuan Basic yang merupakan Direktur NK Zadar. Sayangnya, Hajduk menolak Modric karena dianggap terlalu pendek dan kecil.
Ketahuan melamar di klub lain, Modric sempat mendapatkan hukuman dari Basic. Dia
melarang Modric berlatih kembali ke NK Zadar.
"Dia mengatakan kepada saya, 'Jika kami tak cukup baik untuk Hajduk, maka kamu tak cukup baik untuk Zadar. Kamu tak boleh berlatih bersama kami'. Saya menghabiskan beberapa pekan tak berlatih dengan Zadar," ujarnya.
"Setelah dua atau tiga bulan, dia mengatakan kepada ayahku bahwa saya bisa kembali berlatih," lanjutnya.
Dia mengaku mengidolakan Zvonimir Boban yang merupakan pemain Timnas Kroasia saat dia kecil. Boban memang merupakan motor serangan Kroasia sehingga mampu membawa negara kecil tersebut melaju ke final Piala Dunia 1998.
Luka Modric menghabiskan 9 tahun di akademi Zadar, sebelum akhirnya Basic menawarkan dia ke klub besar Kroasia Dinamo Zagreb. Dia pun sempat menjalani peminjaman ke klub Bosnia - Hersegovina, Zrinjski Mostar, pada 2003. Setahun berselang, Luka Modric kembali dipinjamkan ke klub Kroasia, Inter Zapresic.
<!--more-->
Di klub itu dia menyita perhatian publik negaranya setelah berhasil membawa Inter Zapresic meraih posisi kedua Liga Kroasia dan masuk kualifikasi Liga Eropa, saat itu bernama Piala UEFA. Dia juga meraih gelar pemain muda terbaik Kroasia tahun itu.
Performa gemilang tersebut membuat Dinamo Zagreb menarik Luka Modric pulang. Dia juga langsung mendapatkan kontrak berdurasi panjang, hingga 10 tahun di klub tersebut. Uang kontrak tersebut lah yang membuat Luka Modric memberikan keluarganya sebuah apartemen di Zadar.
Selama tiga musim, Luka Modric mampu membawa Dinamo Zagreb menjuarai Liga Kroasia. Dia juga berhasil membawa klub itu lolos ke putaran final Piala UEFA 2007-2008. Sayangnya dia tak berhasil membawa Zagreb lolos dari fase grup.
Performa Modric sempat terpantau oleh Barcelona, Arsenal dan Chelsea, namun Tottenham Hotspur lah yang berhasil menggaetnya pada 2008. Dia tercatat menjadi pemain termahal Tottenham dengan nilai transfer 16,5 juta pound sterling.
Meskipun gagal membawa Tottenham meraih satu pun gelar, kemampuan Luka Modric sebagai maestro lini tengah menarik minat Real Madrid. Pada bursa transfer musim panas 2012 dia pun hengkang ke Los Galacticos.
Bersama Real Madrid lah permainan Luka Modric semakin terasah. Dia ikut serta membawa klub itu meraih tiga gelar Liga Champions secara beruntun hingga akhirnya membawa Kroasia kembali tampil di babak final Piala Dunia di Prancis tahun ini. Keberhasilan yang kemudian membuat dia terpilih menjadi Pemain Terbaik FIFA 2018.
MARCA|DAILY MAIL| BBC