Soal Gaji, Pemain Liga Inggris Merasa Dipojokkan Pemerintah
Reporter
Antara
Editor
Nurdin Saleh
Jumat, 10 April 2020 13:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para pemain sepak bola di Liga Inggris saat ini sedang merasa dipojokkan oleh pemeritah. Hal itu diungkapkan Ketua Serikat pesepak bola Inggris (PFA) Gordon Taylor.
Taylor menilai saat ini pemerintah Inggris mendemonisasi pesepak bola Liga Premier di tengah ancaman krisis ekonomi yang ditimbulkan pandemi virus corona. Pemerintah mendesak pemain menjalani pemotong gaji, sedangkan hal serupa tidak diarahkan terhadap kalangan manajer investasi atau para bankir yang memiliki pendapatan lebih tinggi.
"Pemain Liga Premier merasa mereka kini dipojokkan, terutama oleh pemerintah," kata Taylor dalam program Keys & Gray di stasiun beIN SPORTS sebagaimana dilansir Reuters, Jumat. "Ironisnya, jika pun mereka memotong gaji, maka pendapatan pemerintah berkurang juga, langkah lain yang kontraproduktif."
Ia melanjutkan, "Saya melihat cukup aneh pemerintah tidak menyadari, ketika seharus mereka tahu bahwa olahraga ini telah menyumbang banyak terhadap ekonomi, dana yang sudah mengalir untuk membiayai inisiatif masyarakat ataupun pajak yang dihasilkan."
Ia heran mengapa sorotan sama tak diarahkan kepada pihak lain. "Mereka cuma menyorot pesepak bola, ketika ada atlet lain, bankir, manajer investasi atau profesi lain yang pendapatnya lebih besar," ujarnya menambahkan.
PFA sebelumnya juga sudah merespon anjuran FA dan Liga Premier terkait rencana pemotongan gaji pemain yang bisa jadi akan mempengaruhi besaran pajak serta pembiayaan lembaga kesehatan seperti NHS.
Tak lama berselang para pemain Liga Inggris telah meluncurkan inisiatif #PlayersTogether untuk menggalang dana bantuan operasional bagi NHS.
Taylor sendiri sudah menyumbangkan 500 ribu poundsterling (sekira Rp 9,8 miliar) ke inisiatif tersebut, sedangkan jajaran eksekutif PFA lainnya sudah mengumpulkan 1 juta poundsterling (sekira Rp 19,6 triliun).
Sementara itu, Alastair Campbell, eks juru bicara pemerintahan Perdana Menteri Tony Blair, bersimpati terhadap pesepak bola yang seperti jadi kambing hitam dan sasaran kritik.
"Saya pikir pesepak bola diperlakukan sangat kasar dalam konteks ini," kata dia sebagaimana dilansir Reuters. "Saya mengenal banyak pemain dan manajer, memang ada sebagian kecil dari mereka yang kurang baik atau sangat rakus, tetapi sepengalaman saya kebanyakan bukan orang seperti itu."
Campbell, yang juga suporter Burnley itu, menilai gelombang kritik kian deras dipicu pernyataan Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock pekan lalu yang mendesak pemain untuk memotong gaji dan memberi sumbangsih kepada masyarakat.
"Padahal saya tahu, saat itu banyak pemain dan klub sudah membicarakan mengenai rencana langkah strategis dan sejujurnya sepak bola sendiri terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan," katanya. "Saya kasihan kepada pesepak bola, banyak anak muda yang jago, tapi bukan berarti mereka mampu menghadapi situasi sulit yang amis politis ini, berlebihan."
Ia melanjutkan, "Dan pada saat bersamaan, ada beberapa klub seolah sengaja membuat masalah ini diarahkan semata-mata ke pemain."
Oleh karena itu, Campbell mengimbau agar para pemangku kepetingan dan pengambil keputusan bisa mengambil langkah harmonis bersama-sama pemain dan pelatih. "Ini jelas situasi yang sulit, sebab Liga Premier, FA, EFL dan PFA mungkin tidak bisa duduk bersama langsung, tapi mereka harus menempuh langkah yang sejalan menegaskan posisi, tujuan dan cara mereka menghadapi ini semua," kata dia.
Premier League baru saja memperpanjang masa penangguhan tanpa tenggat waktu, membatalkan rencana awal melanjutkan musim 2019/20 pada awal Mei. Liga Premier juga menyerukan klub-klub untuk memotong gaji pemain dan pelatih hingga 30 persen demi menghindari memburuknya dampak ekonomi pandemi, tetapi langkah itu ditolak pemain.