Suporter Argentina: Maradona Membimbing Kami di Final Piala Dunia 2022
Editor
Sapto Yunus
Senin, 19 Desember 2022 09:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Argentina untuk ketiga kalinya menjuarai Piala Dunia setelah mengalahkan Prancis dalam adu penalti pada babak final Piala Dunia 2022 di Qatar, Senin dini hari, 19 Desember 2022. Keberhasilan Lionel Messi dan kawan-kawan itu mengulang sukses Diego Maradona cs saat menjuarai Piala Dunia 1986 di Meksiko.
Baca: Pelatih Timnas Argentina Akan Siapkan Jersey Lionel Messi untuk Piala Dunia 2026
Bagi George Matus, seorang suporter Argentina dari Buenos Aires, Maradona adalah dewa yang kini duduk di surga dan Messi adalah mesiasnya di lapangan sepak bola. Sudah 36 tahun sejak Argentina terakhir memenangi Piala Dunia, tetapi keajaiban 1986 tetap hidup dalam kenangan Matus dan rekan senegaranya.
“Ketika saya memikirkan tentang hari itu di Mexico City, saya merinding, dan jantung saya mulai berdebar-debar,” kata Matus, 55 tahun, kepada Al Jazeera dari fan village Argentina di Piala Dunia 2022 di Qatar.
Saat Argentina menghadapi Prancis di final, dua tahun setelah kematian Maradona, para penggemar berharap ikon mereka menjadi cahaya penuntun dari atas.
“Ketika Maradona mencetak gol melawan Inggris di perempat final Piala Dunia 1986, dia menyebutnya sebagai tangan Tuhan, dan sekarang dia adalah tangan Tuhan yang membimbing Argentina menuju kejayaan,” kata Sebas, penggemar Argentina yang tinggal di Jerman, mengacu pada gol pertama Maradona yang terkenal dalam pertandingan melawan Inggris.
Pertandingan itu dimainkan empat tahun setelah Perang Malvinas (Falklands) antara Argentina dan Inggris. Laga babak perempat final itu digelar di Estadio Azteca, Mexico City, pada 22 Juni 1986.
Gol kedua Maradona dalam pertandingan itu secara luas dianggap sebagai salah satu yang terhebat sepanjang sejarah turnamen. Maradona menguasai bola di setengah lapangan Argentina, lalu menggiring bola melewati beberapa pemain Inggris dan penjaga gawang Peter Shilton untuk mencetak gol. Argentina menyingkirkan Inggris dengan skor 2-1.
Bertahun-tahun kemudian, Maradona menyebutkan kemenangan itu sebagai "balas dendam" atas perang dalam otobiografinya I Am The Diego.
<!--more-->Matus, yang menghadiri Piala Dunia 1986 saat berusia 19 tahun, mengatakan Maradona melakukan lebih dari sekadar memenangkan trofi untuk negara. “Saya melihatnya menenun sihirnya di lapangan, tetapi kekuatan sebenarnya adalah menyatukan bangsa setelah perang (Malvinas),” kata Matus dengan suara bergetar.
Menurut Matus, Maradona adalah pemimpin seluruh bangsa dan menyatukan semua orang Argentina setelah bertahun-tahun perjuangan ekonomi, kediktatoran militer, dan perselisihan sosial.
“Dia membangkitkan rasa bangga menjadi orang Argentina yang telah kami lupakan, dan dialah alasan kaus biru putih ini menjadi begitu populer,” kata Matus sambil menunjuk lautan kaus Argentina di kerumunan suporter di depannya.
Bagi sebagian besar penggemar yang telah melakukan perjalanan ke Qatar, cinta dan penghormatan terhadap Maradona telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Mauro, yang melakukan perjalanan dari Cordoba di Argentina tengah, mengenakan kaus Maradona yang sudah usang untuk setiap pertandingan di Qatar. “Ayah saya membelinya saat Piala Dunia 1986 dan memberikannya kepada saya,” katanya. “Bersamaan dengan kaus itu, ayah saya menyampaikan cintanya kepada Diego dan mengajari saya bahwa Maradona berjuang untuk semua orang yang tidak beruntung di dunia.”
Setiap kali suporter pergi ke pertandingan Argentina, termasuk partai final Argentina vs Prancis, nama Maradona ada di bibir mereka saat mereka menyanyikan lagu kebangsaan, wajahnya terpampang di spanduk, dan nomornya tercetak di baju mereka.
"Dia ada di hati kami, jiwa kami, darah kami," kata Matus sambil menepuk dadanya, dan menambahkan, "Maradona adalah Argentina, dan Argentina adalah Maradona.”
Baca: Argentina Juara Piala Dunia 2022, Scaloni: Ini Momen untuk Dinikmati, Terutama bagi Rakyat
AL JAZEERA