TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memulai misi penelitian ekosistem laut dalam di Selat Makassar melalui Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) 2013. Tim peneliti yang berjumlah 20 orang berangkat menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII dari Jakarta, Senin, 3 Juni 2013 sebagai awal dari misi 20 hari mereka.
Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi itu mengarah ke Selat Makassar, laut yang memisahkan Sulawesi dan Kalimantan. Target mereka adalah keanekaragaman hayati di laut dalam. "Selama ini ekspedisi baru mencapai laut dangkal," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Iskandar Zulkarnain, saat pelepasan tim di Pelabuhan Nizam Zaman, Muara Baru, Jakarta Utara.
Dia mengatakan pemilihan Selat Makassar berdasarkan perlintasan arus laut Indonesia (Arlindo) dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang membawa massa air besar, yang mencapai 9 ton per detik. "Dengan jumlah sebesar itu, bisa membawa manfaat dan juga problematika ke seluruh perairan Indonesia," ujar Iskandar.
Menurut dia, arus merupakan unsur penting bagi penentu siklus nutrien dan karbondioksida di laut. Rantai makanan di laut, dia melanjutkan, juga dipengaruhi massa air yang dingin, kaya nutrien, dan terangkat ke permukaan bersamaan dengan proses upwelling atau kenaikan massa air laut.
Ketua Tim EWIN 2013 Susetiono mengatakan penelitian dilakukan di bagian utara sampai tengah Selat Makassar dengan kedalaman antara kurang dari 500 meter dan lebih dari 2.000 meter. Ekspedisi LIPI dengan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan IOC Sub-Commission for the Western Pasific (WESTPAC).
Penelitian selama ini melibatkan 16 orang dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dua dari Korea Institute of Ocean Science and Technology, Korea Selatan, dan dua dari Lab of Marine Chemistry and Environmental Monitoring Technology, Cina.
ROSALINA
Berita terkait
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
24 hari lalu
BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaDua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?
26 September 2023
Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.
Baca SelengkapnyaLIPI Genap 56 Tahun: Lembaga Ilmu Pengetahuan yang Telah Dilebur ke BRIN
23 Agustus 2023
Awal pembentukan LIPI pada 1967 dimulai dengan peleburan lembaga-lembaga ilmiah yang lebih dulu didirikan.
Baca SelengkapnyaRektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang
20 Juli 2023
Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.
Baca Selengkapnya2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi
14 Juli 2023
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.
Baca SelengkapnyaBagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad
14 April 2023
Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia
6 April 2023
Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.
Baca SelengkapnyaRancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah
26 Maret 2023
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat
22 Maret 2023
Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.
Baca SelengkapnyaPsikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik
17 Januari 2023
Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.
Baca Selengkapnya