TEMPO.CO, Malang - Para penyintas Tragedi Kanjuruhan mengaku kecewa atas peradilan terhadap tragedi yang menyebabkan 135 melayang. Salah seorang penyintas, Deyangga Sola Gratia, 24 tahun, mengaku hukuman bagi para terdakwa tak sebanding dengan penderitaan yang dialami penyintas dan keluarga.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pasca-laga Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022. Aksi suporter Arema FC yang masuk ke dalam stadion ditanggapi dengan brutal oleh aparat kepolisian.
Mereka melepaskan tembakan gas air mata ke arah tribun yang masih disesaski penonton. Alhasil, penonton berhamburan sehingga berdesak-desakan di pintu keluar. Kejadian ini menyebabkan 135 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
“Sedih, perih, dan kecewa. Sampai sekarang tidak mendapat keadilan,” katanya. Saat pertandingan Arema FC lawan Persebaya, Deyangga terpapar gas air mata yang berdampak sampai sekarang. Ia kerap mengalami sakit di dada dan sesak jika bekerja berat. Bahkan, ia harus menjalani pendampingan psikolog selama hampir setahun.
“Trauma. Ketakutan, resah dan teringat kejadian itu saat mendengar suara ledakan atau sirine ambulans,” katanya. Rasa sakit yang dialami keluarga penyintas, katanya,membekas hingga kini.
Setelah kejadian itu, Polda Jawa Timur menetapkan enam orang tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita; Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris; Security Officer Arema FC, Suko Sutrisno; Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan; Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi; dan Kepala Bagian (Kabag) Ops Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto.
Meskipun demikian, hanya lima dari enam tersangka yang berhasil diseret ke pengadilan. Hingga saat ini, tak ada kabar soal nasib berkas Akhmad Hadian Lukita. Dari lima orang yang dibawa ke pengadilan itu pun tiga terdakwa hanya mendapatkan vonis ringan sementara dua terdakwa dinyatakan bebas.
Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis 1 tahun dan enam bulan penjara kepada Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris dan setahun penjara terhadap kepala keamanan Suko Sutrisno. Komandan Kompi Brimob Polda Jatim Hasdarmawan divonis 1,5 tahun penjara. Sedangkan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan Kabag Ops Polres Malang, Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas di PN Surabaya dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Tingkat kasasi, Sidik divonis 2 tahun dan Wahyu 2,5 tahun.
Demi keadilan, kata Deyangga, seharusnya pelaku minimal dihukum seumur hidup, atau hukuman mati. Serta dicopot sebagai anggota kepolisian. Selain itu, ia juga menuntut pimpinan kepolisian mulai Kapolres Malang dan Kapolda Jawa Timur diajukan ke meja hijau. Tak hanya hukuman disiplin semata.
Selain itu, manajemen Arema FC, PSSI dan PT Liga Indonesia Baru juga turut diseret ke pengadilan. Lantaran, mereka juga turut berperan dalam tragedi kemanusiaan tersebut. Apalagi, kini liga kembali bergulir. Seolah menihilkan 135 nyawa dan ratusan korban terluka.
Pilihan Editor: Kisah Pak Midun Bersepeda Malang-Jakarta Demi Solidaritas Tragedi Kanjuruhan