TEMPO Interaktif, Surabaya - Pengurus Kesebelasan Persebaya Surabaya, Senin (26/7), mengirim surat ke Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Surat tiga halaman yang ditandatangani Keyua Umum Persebaya Saleh Ismail Mukadar itu berisi pengaduan atas keputusan Komisi Banding PSSI yang menganulir hukuman kepada Persik Kediri yang telah dijatuhkan oleh Komisi Disiplin.
Akibat dari keputusan Komisi Banding tersebut, PT Liga Indonesia mengharuskan Persebaya melakukan tanding ulang melawan Persik dalam Indonesia Super League. "Keputusan Komisi Banding itu cacat hukum," kata kuasa hukum Persebaya Muhammad Sholeh.
Dalam surat tersebut diuraikan bahwa putusan Komisi Disiplin yang menghukum Persik dengan kekalahan WO 3 - 0 atas Persebaya serta denda Rp 25 juta, sudah tepat. Sebab Persik tidak mampu menggelar pertandingan sesuai jadwal, yakni tanggal 29 April 2010 di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta.
Keputusan Komisi Disiplin tertanggal 7 Mei 2010 itu sejalan dengan manual liga, yakni peraturan pertandingan khusus Indonesia Super League 2009/2010 pasal 26 ayat (6) juncto Pasal 7. Dalam diktum keempat putusan Komisi Disiplin juga dinyatakan bahwa sanksi terhadap Persik itu tidak dapat dimintakan banding. "Tapi Persik tetap mengajukan banding setalah 10 hari putusan Komisi Disiplin diketuk, yang artinya sudah kedaluwarsa,” papar Sholeh.
Komisi Banding ternyata menerima upaya banding Persik. Sikap Komisi Banding ini, menurut Sholeh, mengherankan. Sebab pada Peraturan Organisasi No. 06/PO-PSSI/III/2008 telah jelas dinyatakan bahwa banding harus diajukan selambat-lambatnya tiga hari sejak keputusan Komisi Disiplin ditetapkan.
Sholeh menambahkan, Persebaya telah mempermasalahkan putusan Komisi Banding tersebut ke Jakarta namun tidak pernah digubris. Persebaya tetap diwajibkan melakukan tanding ulang melawan Persik pada 5 Agustus mendatang di Kediri.
Dalam surat pengaduannya, Persebaya berharap FIFA bisa melakukan intervensi terhadap PSSI maupun PT. Liga Indonesia agar sportifitas dalam sepak bola bisa terjamin. Sebab semua klub peserta Indonesia Super League menginginkan adanya pertandingan yang menjunjung tinggi peraturan pertandingan tanpa adanya diskriminasi.
KUKUH S WIBOWO