TEMPO.CO, Jakarta - Di awal musim Liga Inggris pada Agustus tahun lalu, pasar taruhan di Inggris memasang 5.000:1 bahwa Leicester City tidak akan menjadi juara Liga Utama Inggris.
Angka itu jauh lebih kecil dari taruhan monster Loch Ness (danau di Skotlandia yang menjadi pusat rumor adanya makhluk purba dari zaman dinosaurus) akan ditemukan, dengan saat itu memasang angka sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan taruhan Leicester menjadi juara liga.
Angka itu juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan taruhan Kim Kardashian menjadi presiden Amerika Serikat. Bahkan lebih rendah dibandingkan dengan taruhan Elvis hidup kembali.
Faktanya sekarang Leicester City telah menjadi juara Liga Inggris setelah pada Selasa dinihari waktu Indonesia barat, Tottenham Hotspur gagal mengalahkan Chelsea.
Nasib Leicester di pasar taruhan agak mirip dengan nasib James 'Buster' Douglas yang sukses meng-KO juara dunia kelas berat Mike Tyson pada 1990, yang saat itu mustahil bisa dikalahkan, atau ketika tim setengah amatir AS menggebuk timnas Inggris yang perkasa 1-0 pada Piala Dunia 1950 di Brasil.
Kisah Leicester juga seperti cerita tim hoki Amerika Serikat yang diperkuat para mahasiswa yang justru bisa mengalahkan tim hoki jauh lebih profesional dari Uni Soviet pada final Olimpiade 1980.
Keajaiban Leicester juga mengingatkan orang kepada kejadian tahun lalu dalam olahraga rugbi ketika raksasa Afrika Selatan, Springboks, ditaklukkan tim liliput Jepang pada Piala Dunia Rugbi.
Pelajaran yang bisa dipetik dari dongeng indah Leicester adalah pencapaian itu dilakukan tidak dalam sehari atau sebulan turnamen, seperti sukses Denmark menjadi juara Piala Eropa 1992 yang dimasukkan ke turnamen ini sebagai tim pengganti setelah Yugoslavia didiskualifikasi gara-gara perang saudara di Bosnia.
Dongeng The Foxes adalah salah satu kemustahilan yang berlanjut dan fantastis, merentang dari ketidakpercayaan yang menyelimuti imajinasi bangsa, dan kesenangan melihat tim underdog selama hampir sembilan bulan yang ajaib.
Namun akhirnya Leicester meruntuhkan semua imajinasi dan pasar taruhan itu dengan menaklukkan tim-tim terbaik nan kaya raya di sebuah liga yang didominasi oleh elite maha kaya, demikian dilansir dari Reuters.
ANTARA