Liga Champions: Alphonso Davies, Bintang Bayern Munchen dari Kamp Pengungsian
Reporter
Terjemahan
Editor
Febriyan
Sabtu, 15 Agustus 2020 12:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sukses Bayern Munchen melumat Barcelona 8-2 pada laga perempat final Liga Champions Sabtu dini hari tadi tak lepas dari peran Alphonso Davies. Meskipun tak mencetak gol, dia membuat satu assist untuk gol Joshua Kimmich
Namun yang tak kalah adalah pemain berusia 19 tahun itu sukses mematikan serangan Lionel Messi cs dari sisi kiri pertahanan Bayern Munchen.
Laman resmi Bundesliga menyebut Davies merupakan pemain dari belahan Amerika Utara paling berbakat yang pernah ada. Davies merupakan pemuda berkewarganegaraan Kanada namun sebenarnya berdarah Liberia, Afrika.
Kedua orang tuanya, Victoria dan Debeah Davies terusir dari negaranya karena perang sipil yang berkecamuk di sana pada awal 2000-an. Mereka harus pergi mencari tempat yang aman dan layak bagi anak-anaknya
"Anda harus berjalan melewati mayat-mayat untuk mencari makanan," kata Victoria menceritakan kondisi di Liberia saat itu.
"Itu sangat sulit, itu sangat berbahaya," ujar sang ayah. "Sangat sulit untuk bertahan hidup di sana karena satu-satunya cara untuk bertahan terkadang adalah anda harus terus menenteng senjata. Dan kami tak memiliki minat untuk menembakkan senjata itu."
Kondisi perang saudara itu membuat Victoria dan Debeah harus hengkang ratusan mil menuju kamp pengungsian di Kota Buduburam, di bagian timur Ghana. Di sanalah akhirnya Victoria melahirkan Alphonso kecil.
<!--more-->
Alphonso menghabiskan lima tahun masa kecilnya di kamp pengungsian sebelum kedua orang tuanya terbang ke Kanada. Keluarga kecil itu mendapatkan hak suaka dari Kanada dan menetap di kota kecil bernama Edmonton.
Guru sekolah Alphonso, Melissa Guzzo, menyatakan bahwa bakat olahraga Alphonso terlihat sejak kecil. Tak hanya di sepak bola, Alphonso, menurut dia memliki DNA Olahragawan sejati karena menonjol di berbagai cabang.
"Alphonso kecil, dia adalah anak yang selalu tersenyum, selalu berjoget di lorong sekolah. Dia memiliki bakat sejati, semua olahraga yang dia ikuti - atletik, basket, semua olahraga - dialah bintangnya," kata Melissa.
Melissa lah kemudian yang memperkenalkan Alphonso dengan Tim Adams, pendiri program FreeFootie, progam sepak bola untuk anak-anak kurang mampu.
"Saya melihat sentuhannya terhadap bola dan saya langsung tahu bahwa anak ini memiliki bakat besar," kata Adams. "Anak-anak lain yang saya lihat memiliki level atletisme yang sama, tetapi Alphonso memiliki hal lain. Dia memiliki kemampuan bermain bola seperti orang dewasa."
Baca: 7 Rekor Tercipta Setelah Laga Barcelona Vs Bayern Munchen Berakhir 2-8
Dari program itu, singkat kata, bakat Alphonso kemudian tercium Victoria Whitecaps FC, klub Kanada yang bermain di Liga Amerika Serikat MLS. Dia bergabung bersama klub itu pada usia 14 tahun dan Whitecaps langsung memberikan Alphonso kontrak profesional berusia 15 tahun.
Enam bulan berselang dia langsung masuk ke tim senior. Dia pun tercatat sebagai termuda kedua yang pernah bermain di Liga Amerika.
"Ketika dia datang, kami tahu dia memiliki bakat besar," kata Presiden Vancouver Whitecaps, Bob Lenarduzzi.
"Bagi saya, dia adalah anomali. Ketika dia datang, dia adalah pemain tim U-16 dan dalam beberapa bulan saja dia naik ke U-18, tim lapis kedua hingga ke tim senior. Itu sangat jarang terjadi dan tak akan banyak terjadi pada masa depan."
<!--more-->
Pelatih Victoria, Carl Robinson, menyatakan bahwa keputusannya memberikan Alphonso kesempatan karena si pemain memiliki kemampuan luar biasa.
"Alphonso memiliki semua atribut yang anda ingin dimiliki oleh pemain top: Dia memiliki tinggi 6 kaki 1 inchi, tubuhnya atletis, dia bisa berlari sepanjang hari dan memiliki kecepatan yang fenomenal," kata eks pemain Liga Inggris bersama Wolves, Sunderland dan Norwich itu.
"Saya ingin dia mendapatkan suasana di tim utama karena saya melihat dia sebagai pemain yang sangat energik dan selalu lapar, pemain yang bisa berhadapan dengan pemain senior tetapi harus menjadi lebih tangguh dengan cepat," kata Robinson.
Robinson menilai saat itu kelemahan Alphonso adalah tubuhnya yang terlalu kurus. Namun, menurut dia, hal itu bisa diatasi si pemain dengan kemampuannya mengolah si kulit bundar.
"Dia sangat kurus dan ringan tetapi ketika dia mengalahkan satu atau dua pemain lawan, pelatih lain melihat potensi yang sama seperti yang saya lihat."
Baca: Liga Champions: Presiden Barcelona Beri Sinyal Akan Pecat Quique Setien
Kemampuan Alphonso bermain bola rupanya membuat Kanada tak mau kehilangan dia. Alhasil, pada 2018 Alphonso mendapatkan kewarganegaraannya dan berhasil masuk ke Timnas Kanada pada usia 16 tahun. Dia merupakan pemain termuda yang pernah membela Timnas Kanada.
Soal kemampuan Alphonso, Robinson yang berasal dari Wales menyamakannya dengan Robbie Keane dan Gareth Bale, keduanya merupakan pesepakbola asal Wales. Menurut dia, Alphonso memiliki mental seperti Keane yang tak pernah kenal menyerah.
"Tetapi karakter permainannya seperti Gareth Bale," kata Robinson.
<!--more-->
Kini Alphonso Davies bukan lagi pemain Victoria Whitecaps. Dia telah menjadi pemain muda luar biasa yang bermain untuk Bayern Munchen. Robinson pun tak menyesali telah melepas pemainnya itu ke Munchen pada Januari 2019 lalu. Alasannya, bermain di klub besar seperti Bayern Munchen merupakan mimpi Alphonso sejak dulu.
"Dia telah membuktikan bahwa impian bisa menjadi kenyataan," kata Robinson.
Pelatih Bayern Munchen saat itu, Niko Kovac, langsung memberikan kepercayaan kepada Davies. Hanya lima laga yang dibutuhkan Davies untuk mencetak gol pertamanya saat Bayern Munchen menghadapi Mainz pada Maret 2019.
Davies pun tercatat sebagai pemain termuda yang pernah mencetak gol untuk Bayern Munchen dalam 20 tahun terakhir. Musim perdananya berseragam FC Hollywood pun berakhir manis karena mereka berhasil menjadi juara Bundesliga dan Piala Jerman.
Baca juga: Barcelona Dipermalukan di Liga Champions, Sampai Kapan Messi Bisa Bersabar?
Musim ini, performa Davies semakin menjadi. Pergantian pelatih dari Niko Kovac ke Hans Dieter Flick tak membuat dia kehilangan posisi, bahkan terus menjadi pilihan utama setelah si pelatih memutuskan menggeser David Alaba ke posisi bek tengah.
Strategi itu cukup berhasil. Kecepatan Alaba dan Davies membuat lini belakang Bayern Munchen saat ini menjadi salah satu yang terbaik di dunia dalam mengantisipasi serangan balik cepat.
Buktinya, Sergi Roberto dan Lionel Messi yang beroperasi di sisi kiri pertahanan Bayern Munchen tak berkutik pada laga dini hari tadi. Akan tetapi tantangan besar masih menanti Alphonso Davies dan Bayern Munchen musim ini.
Mereka masih harus menghadapi hadangan Manchester City yang kemungkinan besar akan menjadi lawan mereka di babak semifinal Liga Champions. Pada partai final, PSG atau RB Leipzig siap menanti Bayern Munchen jika lolos dari hadangan Manchester City.
THE SUN| BUNDESLIGA