"Awalnya Malcom merupakan pemain cadangan, tetapi dia mampu meraih posisi di tim utama pada laga pemanasan," cerita Loss. "Dia adalah pemain yang memberikan 'kedalaman' untuk serangan kami dan memberi kami ritme. Dia akan berimprovisasi, mencoba hal-hal yang menarik, dan dia juga selalu bergerak."
"Malcom bermain di sisi kanan tetapi selalu bergerak ke tengah untuk menembak atau bekerjasama dengan rekannya. Dia memainkan peran mendasar dalam kompetisi itu," katanya.
Meskipun Corinthians harus menyerah dari Santos di babak final, namun nama Malcom melejit. Pelatih tim senior Corinthians, Mano Menezes, langsung memberikannya kesempatan bermain. Bahkan, hanya butuh lima bulan bagi Malcom untuk menjadi pemain andalan Menezes di usianya yang masih 17 tahun.
Tak seperti pemain Brasil lainnya yang kerap egois ketika menguasai bola, Malcom dinilai lebih mengutamakan timnya. Dia tak akan mencoba menggiring bola sendirian ketika melihat rekannya memiliki ruang bergerak lebih besar. Dia juga merupakan pemain yang rajin turun ke belakang untuk membantu lini pertahanan.
"Dia mampu mengikuti instruksi pelatih dengan sangat baik. Dia selalu memilih faktor "kenapa" dalam setiap tindakannya. Kenapa dia harus memposisikan dirinya seperti itu, kemana dia harus melakukan hal itu. Dia sungguh mengerti fungsinya dalam tim dan melakukan hal itu dengan intensitas yang tinggi," tutur Loss.