TEMPO.CO, Jakarta - Pengangkatan Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria sebagai Wakil Presiden Federasi Sepak Bola ASEAN (AFF), mengundang reaksi protes dari beberapa komunitas sepak bola di Indonesia.
Ratu Tisha diangkat sebagai Wakil Presiden AFF bersama dua orang lain, dalam Kongres Luar Biasa (KLB) AFF di Luang Prabang, Laos pada Sabtu 22 Juni 2019.
“Itu artinya AFF tidak menghargai proses hukum terhadap Ratu Tisha yang sedang berlangsung di Indonesia. Ini tamparan keras bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, khususnya lembaga peradilan," ungkap Ketua Umum Paguyuban Supeorter Timnas Indonesia (PSTI) Ignatius Indro di Jakarta, Minggu 23 Juni 2019.
Dua nama lainnya adalah Pangeran Sufri Bolkiah (Presiden Asosiasi Sepak Bola Nasional Brunei Darussalam), dan Lim Kia Tong (Presiden Federasi Sepak Bola Nasional Singapura). Presiden AFF adalah Mayor Jenderal Khiev Sameth dari Kamboja.
Pos Wakil Presiden AFF kosong setelah pengunduran diri Datuk Sri Zaw Zaw dari Myanmar, dan Dato Haji Hamidin Haji Mohd Amin dari Malaysia. Adapun seorang Wakil Presiden AFF lainnya, Dato Sri Francisco Kalbuadi Lay dari Timor Leste, terpilih pada Maret lalu di Siem Reap, Kamboja. Mereka akan dilantik pada 8 November 2019 di Hanoi, Vietnam.
Selain tidak menghargai Indonesia, kata Indro, sejauh ini AFF juga tidak memberikan dukungan konkret bagi perkembangan sepak bola di Indonesia. “Indonesia perlu mengajukan protes ke AFF agar yang bersangkutan tidak dilantik,” tegasnya.
Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali menyesalkan dipilihnya Ratu Tisha sebagai salah satu Wakil Presiden AFF. “Mestinya AFF menahan diri dulu sampai proses hukum terhadap Ratu Tisha jelas," ujarnya dalam rilis yang diterima Tempo.co
Diketahui, Ratu Tisha tiga kali mangkir dari panggilan Pengadilan Negeri (PN) Banjarnegara, Jawa Tengah, untuk diperiksa sebagai saksi bagi enam terdakwa kasus match fixing. "Jangan sampai terpilih, tapi di tengah jalan terjerat hukum. Selain akan merugikan nama baik Indonesia, juga merugikan AFF sendiri,” ujarnya.
Menurut Akmal, setiap orang punya hak yang sama untuk mencalonkan diri menjadi apa pun. Itu sah-sah saja. “Tapi akan elegan bila kita bisa mengukur kemampuan. Benahi dulu PSSI, baru mengincar jabatan di luar. Jangan sampai di luar seolah-olah bagus, tapi di dalam PSSI sendiri banyak masalah,” sesalnya.
Kalau Ratu Tisha memang mau berkiprah di AFF, lanjut Akmal, mestinya ia mundur dulu dari jabatan Sekjen PSSI. Selain agar tidak menimbulkan conflict of interest (konflik kepentingan), juga agak kinerjanya optimal. “Secara organisasi memang tidak diatur demikian, tapi ini soal etika, moral dan keteladanan,” tandasnya.