TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Save Our Soccer atau SOS, Akmal Marhali mengatakan, semua orang berhak maju dalam pencalonan ketua umum PSSI. Namun seiring berjalannya proses pencalonan, kata dia, statuta PSSI-lah yang jadi penentu apakah sosok yang maju layak dipilih.
Belajar dari periode saat ini, Akmal menegaskan, jabatan sebagai ketua umum PSSI jangan dijadikan ajang batu loncatan, seperti selama ini kerap terjadi. Di tengah anjloknya kepercayaan publik terhadap kinerja pengurus PSSI, ia mengatakan federasi sepak bola Indonesia harus menjadi milik semua orang.
"Jangan sampai PSSI dijadikan batu loncatan politik atau agen bisnis kelompok tertentu," kata Akmal kepada Tempo, Selasa, 30 Juli 2019.
Sebelumnya, Ketua Umum (Ketum) PSSI periode 2016-2020 Edy Rahmayadi memutuskan mundur di tengah Kongres Tahunan pada Januari 2019 di Bali. Selain menjadi orang nomor satu di PSSI, Edy juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara periode 2018-2023.
Publik sempat mendesak dia turun dari kursi Ketum PSSI setelah terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara pada 2018. Namun ia menolaknya dan memilih merangkap jabatan.
Kini, posisi Ketum PSSI digantikan oleh pelaksana tugas harian, yakni Iwan Budianto. Hasil Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI pekan lalu akhirnya memutuskan jadwal pemilihan anggota Komite Eksekutif, termasuk posisi Ketum PSSI, pada November 2019. Sebelumnya, Kongres Tahunan untuk memilih ketua umum akan digelar pada Januari 2020.
Akmal menambahkan, tugas Ketua PSSI berikutnya cukup berat. Ia mengatakan pekerjaan rumah terbesar bagi PSSI ialah memerangi match fixing atau pengaturan pertandingan. "Ini sejatinya penyakit paling berbahaya dan melumpuhkan sepakbola Indonesia," kata dia.
ADITYA BUDIMAN