TEMPO.CO, Jakarta - Kisah kepindahan Lionel Messi ke Paris Saint Germain (PSG) sudah tuntas. Tapi, banyak sisi dramatis, yang dibumbui pengkhianatan dan persahabatan, yang masih menarik diikuti.
Berikut cerita tersebut, seperti diringkaskan dari laporan ESPN:
Pada 12 bulan lalu Lionel Messi sudah menyatakan hasratnya untuk meninggalkan Barcelona. Ia melihat arah klub La Liga itu sudah tak seperti yang diharapkan, termasuk diwarnai aksi-aksi tak menyenangkan dari para petingginya pada para pemain.
Tapi, keinginan untuk pergi itu akhirnya pupus. Kembalinya Joan Laporta sebagai presiden Barcelona membuat Messi berubah pikiran.
Laporta adalah presiden klub itu ketika Messi masuk tim utama Barca. Dia presiden ketika Pep Guardiola menjadi manajer pada puncak kejayaan Barca sampai bisa merebut treble pada 2009.
Tak lama setelah Maret tahun ini terpilih lagi sebagai presiden Barca, Laporta yang dekat dengan Messi bersantap siang bersama Messi. Dari sini, Messi yakin akan tetap di Barcelona.
Tapi fokus Laporta beralih kepada masalah keuangan klub yang ternyata dililit utang 1,2 miliar euro (Rp 20,2 triliun).
Pesiden La Liga Javier Tebas mengingatkan, tanpa potongan gaji yang besar, Barca tak akan bisa mendaftarkan kontrak Messi.
Ternyata ceritanya lebih dari sekadar urusan finansial. Ada aspek salah urus dan pengeluaran jor-joran selama era sebelum Laporta juga perseteruan antara La Liga dengan Barca dan Real Madrid.
Semua itu mendorong terwujudnya mimpi Qatar Sports Investments sejak mengakuisisi PSG pada 2011 yang ingin membeli pemain terhebat yang memecahkan rekor 672 gol dan 35 piala untuk Barcelona itu.
Dua pekan lalu, Messi masih yakin bakal dikontrak Barcelona, tapi sewaktu terbang ke Paris, dia merasa telah dikhianati oleh Barca.
Lionel Messi menyeka air matanya saat menghadiri konferensi pers di Camp Nou, Barcelona, Spanyol, Ahad, 8 Agustus 2021. Setelah meninggalkan klub yang telah dibelanya selama 21 tahun, Messi tengah negosiasi dengan klub Prancis, Paris St Germain atau PSG mengenai kemungkinan kepindahan. REUTERS/Albert Gea
Dia memang tak mengkritik siapa pun saat konferensi pers Minggu, tapi mengisyaratkan tidak puas terhadap usaha Barcelona dalam membela dia.
Padahal Messi sudah setuju memperpanjang kontrak dengan bayaran dipangkas 50 persen. Barcelona beralasan, aturan financial fair play membuat mereka mustahil mendaftarkan Messi.
Sebelum pandemi, batas belanja Barca untuk gaji pemain adalah 600 juta euro (Rp 10,1 triliun). Musim mendatang bisa sekitar 200 juta euro (Rp 3,3 triliun).
Laporta menjelaskan musim lalu Barca rugi 500 juta euro (Rp 8,4 trilun) atau dua kali lipat dari perkiraan.
Dia juga mengungkapkan gaji untuk Messi membuat anggaran gaji klub ini mencapai 110 persen dari pendapatannya; tanpa Messi menjadi 95 persen.
Padahal La Liga memiliki aturan porsi upah terhadap pendapatan harus 70 persen. Artinya, sekalipun Messi tak digaji, Barca tetap tak akan bisa memenuhi syarat minimun belanja pemain 70 persen itu.
Selanjutnya: Mismenajemen