TEMPO.CO, Jakarta - Timnas Spanyol memang pantas kalah dari Maroko di babak 16 besar Piala Dunia 2022. Lebih dari seribu operan dan hanya satu tembakan tepat sasaran ke arah gawang, La Furia Roja seolah kehilangan identitas permainan.
Setelah menjadi juara Piala Dunia 2010, Spanyol gagal mencapai perempat final Piala Dunia ketiga berturut-turut. Lagi-lagi, nasib mereka ditentukan oleh adu penalti. Tiga tendangan para pemainnya meleset sehingga Maroko pantas mendapatkan kemenangan meski hanya menguasai sekitar 23 persen penguasaan bola sepanjang pertandingan.
Tim Matador tersingkir dari turnamen setelah memiliki 77 persen penguasaan bola. Namun, jumlah peluang mereka bahkan lebih sedikit daripada yang Korea Selatan dan Senegal ciptakan. Spanyol mungkin mencetak sembilan gol tetapi tujuh di antaranya terjadi pada pertandingan pembukaan melawan Kosta Rika.
Spanyol memiliki kualitas teknik dalam tim yang tercermin dengan kehadiran pemain berbakat macam Gavi dan Pedri. Keduanya berpadu dengan pemain berpengalaman Sergio Busquets di lini tengah. Namun, tim asuhan Luis Enrique itu gagal menyelesaikan penguasaan bola menjadi peluang matang dan gol.
Melawan Jerman, Jepang dan Maroko, tidak ada pemain Spanyol yang menciptakan lebih dari lima peluang. Alvaro Morata bukanlah jawaban di lini depan, tapi setidaknya dia menyelesaikan turnamen dengan mencetak tiga gol. Bukan berarti Pedri dan Gavi harus bertanggung jawab. Enrique bisa jadi terlalu banyak memberi beban untuk para pemain muda.
Melawan Maroko, keraguan terwujud dalam kurangnya ketenangan pada Jordi Alba, Busquets dan Rodri, yang biasanya bermain tanpa cela dalam penguasaan bola. Timnas Maroko pun pantas mendapat pujian besar atas cara mereka membuat para pemain Spanyol gelisah dan kesulitan menyentuh sepertiga akhir pertahanan mereka. Hakim Ziyech dan kawan-kawan ternyata tahu betul kerentanan Spanyol.
Halaman depan surat kabar olahraga di Spanyol memuat pesan serupa pada pagi hari pertandingan. Semuanya mencerminkan komentar Luis Enrique bahwa Spanyol akan tetap setia pada filosofi permainan meski kalah dari Jepang di pertandingan terakhir fase grup.
"Tim nasional bersumpah setia pada gayanya. Itu adalah ide saya dan itulah yang membawa kita ke sini," kata Luis Enrique, dikutip dari AS.
Baca: Timnas Spanyol Kalah Adu Penalti vs Maroko di Piala Dunia 2022, Sergio Busquets: Ini Kejam
Namun, pada akhirnya, kesetiaan pada cara bermain, memonopoli penguasaan bola, dan berusaha mencekik lawan secara perlahan, justru berbalik menjadi bumerang. Melawan Maroko, para pemain Spanyol mengoper bola dari satu sisi lapangan ke sisi lain. Lawannya hanya menunggu.
Jelas Spanyol menginginkan sesuatu yang berbeda. Enrique hanya membuat sedikit perubahan setelah masuknya Nico Williams pada menit ke-75. Kehadiran pemain berusia 20 tahun tersebut membuat La Furia Roja mulai mengancam, tetapi sudah terlambat. Maroko bermain disiplin dan rapat membuat Spanyol mati kutu.
Luis Enrique telah meminta para pemainnya untuk berlatih 1.000 tendangan penalti dalam persiapan turnamen. Namun, saat waktu tiba, para pemain justru kehilangan kepercayaan diri. Pablo Sarabia, Carlos Soler dan Busquets mengulang kegagalan Spanyol dalam adu penalti saat melawan Italia di Euro 2020.
Saat Maroko memulai perayaan keberhasilan menembus babak perempat final Piala Dunia 2022, Spanyol dibiarkan merawat luka mereka lagi. La Furia Roja kini seolah mengalami krisis identitas dalam permainan sepak bola mereka.
SKYSPORTS | AS
Baca juga: Dunia Arab Bergembira Usai Timnas Maroko Mengalahkan Spanyol di Piala Dunia 2022