TEMPO.CO, Jakarta - Timnas Argentina dan Mali akan berebut posisi ketiga Piala Dunia U-17 2023. Kedua tim akan berhadapan di Stadion Manahan, Solo, Jumat, 1 Desember 2023, mulai 19.00 WIB dengan disiarkan SCTV, Indosiar, dan Vidio,
Baik pelatih Argentina Diego Placente maupun pelatih Mali Soumalia Coulibaly tetap antusias menatap pertandingan ini.
"Sudah pasti mimpi kami adalah bermain di final, tapi ya sudahlah. Semoga kami mendapatkan tempat ketiga yang tetap merupakan hasil yang luar biasa," kata Placente seperti termuat dalam laman Piala Dunia U-17 2023.
Coulibaly juga tetap bangga timnya mencapai babak ini. "Ini tetap medali yang ingin kami raih. Seandainya saya tak mendapatkannya, saya tak akan bangga, sebaliknya jika saya pulang membawa medali, maka akan ada selebrasi di tanah air" kata Coulibaly.
Mali U-17 dan Argentina U-17 sebenarnya layak bermain di partai puncak. Mereka sama-sama atraktif dan terlalu indah untuk dilewatkan.
Baik Mali maupun Argentina adalah dua dari tiga tim yang setia memperagakan sepak bola menyerang yang enak untuk ditonton.
Keduanya hampir selalu menjadi tim yang lebih menggempur lawan. Cara mereka mengoptimalkan fisik, teknik, dan kreativitas mereka menarik untuk dilihat.
Keduanya bukan tim yang memuja penguasaan bola, tetapi ketika melakukan itu mereka akan secepat mungkin menyulap itu semua dengan peluang atau gol.
Pada pertandingan semifinal masing-masing melawan Jerman dan Brazil, kedua tim sama-sama menjadi tim yang lebih menekan, bahkan Mali melakukannya dengan 10 pemain setelah bek kanan Souleymane Sanogo diganjar kartu merah pada awal babak kedua.
Jika semifinal menjadi rujukan untuk mengukur bagaimana kedua tim tampil dalam pertandingan perebutan ketiga nanti, maka kedua tim akan bermain tanpa beban, saling serang dan saling tekan.
Laga ini juga akan menjadi pertarungan antara segala lini melawan segala lini, termasuk bagaimana tim pertahanan mementahkan lini serang lawan yang sama-sama agresif nan eksplosif.
Pada laga semifinal, Mali lebih mendikte Prancis dan lebih menguasai lapangan. Mereka menciptakan 20 peluang gol atau separuh yang dibuat Prancis. Kebanyakan dilakukan dari dalam area penalti.
Pada semifinal itu, dalam soal menembus sepertiga terakhir lapangan, total 46 kali masuk daerah pertahanan Prancis dari sektor sayap, dan 27 kali dari bagian tengah. Itu hampir dua kali lipat dari yang dilakukan Prancis.
Argentina juga begitu. Mereka menekan Jerman, tapi peluang yang mereka ciptakan tak terlalu banyak dibandingkan Mali saat melawan Prancis.
Tapi cara Argentina menginvasi sepertiga akhir lapangan, sama dahsyatnya dengan Mali; 55 kali dari sayap, dan 31 kali dari tengah. Itu hampir tiga kali lipat yang bisa dilakukan Jerman.
Angka-angka itu menjadi jaminan bahwa pertandingan Mali versus Argentina, bakal menjadi pertarungan sengit yang memperagakan keterampilan kedua tim dalam menusuk pertahanan, terutama dari sayap.
Pertandingan ini juga menjadi kontes antara Agustin Ruberto, Claudio Echeverri di satu pihak, dan Mamadou Doumbia. Apakah mereka akan mencetak hattrick lagi?
Ruberto dan Echeverri malah mungkin bersaing untuk dikukuhkan sebagai Golden Booth. Ruberto dan Echeverri masing-masing sudah mengemas 8 dan 5 gol.
Selanjutnya: Perkiraan formasi