TEMPO.CO, Jakarta - Timnas Indonesia U-23 melaju ke babak semifinal Piala Asia U-23 2024 usai mengalahkan Korea Selatan dalam laga di Stadion Abdullah bin Khalifa pada Jumat dini hari, 26 April 2024. Pencapaian ini adalah yang terbaik dalam sejarah sepak bola, khususnya di lini usia tersebut. Kemenangan ini membuka peluang bertanding di Olimpiade Paris 2024 nanti.
Timnas Indonesia sebenarnya juga pernah terbilang dan ramai dibicarakan era 1950-an silam. Kala mengikuti Olimpiade Melbourne 1956 pada 29 November 1956, Indonesia berhasil melaju hingga perempat final. Lawannya bukan ecek-ecek, mereka adalah Uni Soviet. Beruangnya sepak bola benua biru kala itu.
Lantas seperti apa kilas balik pertandingannya?
Penampilan Timnas Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956 menjadi catatan harum bagi sejarah persepakbolaan Tanah Air Di bawah asuhan Toni Pogacnik, Indonesia tampil apik dalam multiajang bergengsi dunia itu. Pujian berdatangan ketika kesebelasan garuda melawan Uni Soviet di perempat final.
Dalam pertandingan itu, Timnas Indonesia diperkuat oleh Maulwi Saelan, Endang Witarsa, Thio Him Tjiang, Ramlan, dan Rusli Ramang. Sedangkan kubu lawan diisi sekaliber pemain kelas dunia yang ternama semisal Lev Yashin, Igor Netto, Eduard Streltsov, dan Valentin Ivanov.
Ibarat garuda melawan beruang, Indonesia sama sekali tak diunggulkan. Sebab lawannya memang yang terkuat dari Eropa dan satu dari beberapa tim kuda hitam. Uni Soviet pun diprediksi bakal menang gampang. Kendati begitu, dalam pertandingan yang dilangsungkan di Melbourne, Australia, itu nyatanya Indonesia berhasil menahan imbang.
Strategi pertahanan berlapis yang diterapkan Tony berhasil dijalankan dengan apik. Alhasil lawan pun kesulitan menembus kukuhnya lini belakang Indonesia untuk menyarangkan gol. Pertahanan racikan Tony itu bukan soal gede-gedean badan. Pemain Indonesia, yang notabenenya berpostur kecil, jelas kalah. Ini adalah tentang keberanian mereka meladeni pemain Uni Soviet.
Sikap “emoh kalah” Timnas Indonesia yang berhasil menahan Uni Soviet hingga tiupan peluit terakhir berkumandang menjadi buah bibir di mana-mana. Bahkan para atlet Olimpiade Melbourne 1956 pun bergosip tentang mengesankannya pertahanan Timnas Sepak Bola Indonesia. Presiden FIFA, Sir Stanley Rous juga melontarkan pujian betapa sempurnanya defens tim Garuda.
“Baru sekali saya melihat permainan bertahan yang sempurna sekali,” ujar Presiden FIFA, Sir Stanley Rous, dinukil Tabloid BOLA edisi 27 Juli 1984.
Kala itu belum ada aturan penentu kemenangan dengan adu penalti. Alhasil pertandingan diulang dua hari berselang. Tampaknya dalam dua hari itu Uni Soviet telah mencari strategi membobol pertahanan Indonesia. Pada akhirnya Garuda ditaklukkan beruang dengan skor telak 0-4. Kendati begitu, kenangan itu tetap harum dan patut dikenang.
Pilihan Editor: Maulwi Saelan Kiper terbaik Indonesia Berpulang