Wali Kota Malang Peni Suparto mengatakan, saat ini Persema sudah dimodali Rp 11,7 miliar. Namun, kata dia, modal segitu hanya cukup untuk satu putaran sehingga anggaran perlu ditambah. Idealnya, rata-rata tiap klub membutuhkan minimal Rp 20 miliar.
“Sedangkan kami tidak sampai sebesar itu. Tapi yang jelas, keikutsertaan di Liga Super itu butuh biaya besar. Usulan tambahan anggaran sudah dihitung dengan cermat dan rasional,” kata Peni, Rabu (29/10).
Seluruh anggaran dipakai untuk bermacam kebutuhan, antara lain untuk belanja dan mengontrak pemain dan pelatih, bonus kemenangan, akomodasi di luar kota, fasilitas bagi pemain asing. Anggaran terbesar dihabiskan untuk belanja dan mengontrak pemain dan pelatih.
Peni mengaku tidak berani mengusulkan anggaran sampai Rp 20 miliar karena tahu diri bahwa prestasi Persema belum begitu membanggakan di Liga Super. Prestasi terbaik Bima Sakti dan kawan-kawan pada musim 2009/2010 hanya di peringkat kesepuluh dari 18 tim.
Anggota Komisi B DPRD Kota Malang Bambang Trioso bisa memaklumi kesulitan anggaran pada Persema. Namun, untuk menyetujui usulan pemerintah kota haruslah melewati rapat paripurna.
Usulan penambahan anggaran dari APBD itu mencederai komitmen Pemerintah Kota Malang yang pada 2007 mencanangkan penghapusan penggunaan dana APBD mulai 2008. Alasannya, penggunaan dana APBD menyalahi peraturan dan memberatkan kas daerah.
Penghentian penggunaan dana APBD juga untuk menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas pos bantuan keuangan untuk Laskar Ken Arok, julukan Persema, pada kurun 2003-2006. Jumlah bantuan keuangan untuk Persema naik terus tiap tahun.
Dalam hasil audit BPK bertanggal 19 April 2007 disebutkan, dana untuk Persema pada 2003-2006 masing-masing sebesar Rp 3,524 miliar, Rp 8,324 miliar, Rp 14,5 miliar, dan Rp 17,25 miliar.
Menurut BPK, bantuan itu menyalahi ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 dan Pertanggungjawaban APBD 2005.
BPK menyatakan bantuan ke Persema sebagai bantuan rutin karena diberikan tiap tahun. Padahal, dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri jelas disebutkan bantuan kepada organisasi profesi digunakan untuk bantuan yang tidak mengikat, tidak terus menerus atau bersifat rutin, dan jumlahnya dibatasi.
Namun, pada 2009, Persema yang berlaga di Divisi Utama mendapat dana hibah melalui Komite Olahraga Nasional Kota Malang sebesar Rp 15 miliar. Dengan dana sebesar ini Persema berhasil menempati peringkat kedua klasemen akhir Divisi Utama sehingga berhak mengikuti Liga Super.
Lalu, pada 2010, parlemen setempat memangkas dana hibah untuk Persema dari Rp 26,5 miliar—diusulkan Pemerintah Kota Malang—menjadi Rp 18,6 miliar. Dana sebesar ini sudah cukup membiayai Persema di Liga Super, sekaligus membiayai Persema U-21 dan Persema U-18.
Nah, sebenarnya pemerintah kota mengusulkan anggaran tambahan untuk disesuaikan dengan dana hibah yang sudah dipangkas itu.
Abdi Purmono