TEMPO.CO, Jakarta - Tim dokter RSUD Soegiri Lamongan menyatakan telah berupaya keras menyelamatkan nyawa penjaga gawang Persela Lamongan, Choirul Huda. Huda meninggal dunia, Minggu, 15 Oktober 2017, usai terlibat benturan dengan rekan setim, Ramon Rodrigues, saat Persela melawan Semen Padang FC.
Huda yang saat itu berusaha melakukan penyelamatan berbenturan dengan rekannya dan satu pemain lawan. Ia lalu tampak merintih kesakitan, meringkuk, sembari memegangi rahang sebelah kiri dan dadanya.
“Ketika terjatuh di lapangan, kami tidak langsung menyatakan meninggal dunia. Kami berusaha semaksimal mungkin,” kata petugas medis untuk Persela, Budi Wignyo, saat ditemui Tempo di RSUD Soegiri, Jumat, 20 Oktober 2017.
Baca: Biaya Pendidikan 2 Anak Choirul Huda Ditanggung Pemkab Lamongan
Petugas tim medis langsung berjongkok untuk membuka mulut Huda. Langkah ini, kata Budi, sudah sesuai prosedur standar penyelamatan. Huda sudah tak sadarkan diri. Nadinya lemah, Huda masih bernafas namun tidak adekuat. “Tidak adekuat itu artinya jumlah tarikan dan kedalaman nafasnya tidak optimal layaknya kondisi normal.”
Petugas lalu memutuskan untuk melarikan ke rumah sakit karena melihat kondisinya itu sangat gawat. “Karena sangat mengancam nyawa, kami putuskan harus dirujuk secepatnya ke rumah sakit.”
Sejumlah ofisial membawa jenazah penjaga gawang Persela Lamongan Choirul Huda di RSUD Dr Soegiri Lamongan, Jawa Timur, 15 Oktober 2017. ANTARA
Tiba di rumah sakit, tim dokter sudah siap dan langsung memasang berbagai alat medis. Mulai alat monitor saturasi oksigen dan rekam jantung. Kabel-kabelnya terhubung ke layar dan alat kejut jantung.
Monitor saturasi oksigen menunjukkan angka 50-70 persen. Nafasnya juga lemah, tapi masih ada. “Dari situ kami optimistis, ‘wah masih nyaut ini’,” ujar dokter anestesi, Yudhistiro Andi Nugroho.
Baca: Petr Cech dan Ter Stegen Sampaikan Belasungkawa buat Choirul Huda
Secara simultan, kata dia, pihaknya melakukan pijat jantung. Petugas lainnya melakukan intubasi yakni dengan memasukkan endotrachea tube. Tujuannya untuk membantu jalan nafas secara paten sehingga oksigen 100 persen masuk ke tubuh.
Posisi tubuh Huda juga diatur secara inline mobilisation alias benar-benar sejajar lurus dari ujung kepala, tulang belakang, sampai kaki. “Sejak ditandu di lapangan, kami pegangi kepalanya supaya inline mobilization tadi. Penyangga leher kami pasang sejak di ambulan,” kata Budi.
Akun Twitter resmi Tim Persela Lamongan mengunggah pesan duka atas meninggalnya sang kapten Choirul Huda. Twitter.com
Tim medis di IGD terus mencoba dan berpacu dengan waktu. Mereka berusaha mati-matian karena melihat masih adanya harapan hidup. “Meskipun tidak ada respon denyut jantung, kulitnya sempat memerah. Saturasi oksigen naik menjadi 80 persen,” kata Yudhistiro.
Selain kadar saturasi oksigen yang naik, wajah Huda tidak lagi membiru. Tim pun tetap melakukan bantuan nafas. Sejurus kemudian, kulit Huda sempat memerah pertanda membaik, namun wajahnya pucat memutih. “Dia lalu ngedrop.”
Baca: Kematian Choirul Huda Jadi Pelajaran untuk Asian Games 2018
Tak hanya pijat jantung, tim medis juga memberikan obat-obatan pendukung. Sejak di dalam ambulans, Huda diberikan obat adrenalin untuk memacu jantungnya melalui dua kali. “Selama penanganan di IGD juga tetap kami berikan setiap 4 menit sekali,” tutur Yudhistiro.
Namun setelah satu jam lebih tim mengupayakan penyelamatan, Choirul Huda tetap tidak menunjukkan tanda-tanda adanya denyut jantung. “Akhirnya pada pukul 17.15 WIB kami nyatakan mas Huda meninggal dunia,” ujar dia.