Aturan soal bagaimana seorang pemain bisa membela sebuah negara tercantum dalam statuta FIFA. Menurut statuta terbaru yang dikeluarkan FIFA pada Mei 2021, seorang pemain disebut bisa membela sebuah negara jika dia menggenggam kewarganegaraan secara permanen.
"Seorang pemain memegang kewarganegaraan jika, berdasarkan
hukum nasional sebuah negara, mereka: (a) secara otomatis menerima kewarganegaraan (misalnya sejak lahir) tanpa diperlukan untuk melakukan persyaratan administrasi lebih lanjut; atau (b) memperoleh kewarganegaraan dengan melakukan proses naturalisasi," tulis FIFA dalam artikel kelima statuta mereka.
Dalam artikel keenam statuta itu, FIFA juga menuliskan bahwa seorang pemain bisa membela sebuah negara asalkan memiliki garis keturunan dari ayah-ibu atau kakek-neneknya yang lahir di negara tersebut. Selain itu, seorang pemain juga bisa melakukan naturalisasi jika dia telah tinggal di negara tersebut minimal lima tahun.
Aturan lainnya dari statuta FIFA itu menyebutkan bahwa seorang pesepakbola bisa membela negara barunya asalkan dia belum pernah membela timnas negara asalnya sebanyak tiga kali dalam pertandingan resmi.
Berdasarkan aturan itu, Sandy Walsh, Jordi Amat, Mees Hilgers dan Ragnar Oratmangoen, jelas memenuhi persyaratan untuk membela skuad Garuda. Keempatnya memiliki garis keturunan Indonesia dari nenek dan kakek mereka. Ketiganya juga belum pernah membela timnas senior, Belanda, Belgia dan Spanyol.
Akan tetapi proses naturalisasi keempat pemain itu juga harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 soal Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Dalam undang-undang itu disebutkan terdapat 14 golongan orang yang bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Diantaranya adalah memiliki garis keturunan dari ayah atau ibunya yang berwarganegara Indonesia. Tidak ada aturan yang menyebutkan soal garis keturunan dari nenek atau kakeknya.
Artinya, keempat pemain itu tak memenuhi persyaratan sebagai orang yang memiliki hak otomatis untuk menggenggam kewarganegaraan Indonesia.