TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat menyoroti kebijakan Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menggunakan anggaran negara untuk membiayai hadiah Piala Kemerdekaan. Ridwan Hisyam, Wakil Ketua Komisi Olahraga DPR, mengatakan kebijakan tersebut berpotensi merugikan negara. "Karena tidak ada pengalokasian anggaran untuk program tersebut pada tahun ini," kata Ridwan.
Politikus Golkar ini mengatakan instansi yang dipimpin Imam Nahrawi itu tak masalah membiayai turnamen sepak bola asalkan terlebih dulu melalui proses penganggaran dengan Dewan. Menjadi persoalan bila Kementerian Olahraga mendadak menganggarkan turnamen tanpa alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Itu akan menjadi bahan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," ujarnya.
Juara Piala Kemerdekaan memang terkatung-katung lantaran Tim Transisi, lembaga yang dibentuk Kementerian Olahraga untuk menggantikan peran Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), tak kunjung memberikan hadiah kepada para pemenang sejak dua bulan lalu. Mereka adalah PSMS Medan yang meraih juara pertama dengan hadiah Rp 1,5 miliar, Persinga Ngawi juara kedua Rp 1 miliar, dan juara ketiga Persiba Bantul Rp 750 juta.
Belakangan diketahui bahwa Tim Transisi melalui Cataluna Sportindo, event organizer yang menangani Piala Kemerdekaan, gagal mendapatkan sponsor sehingga Kementerian Olahraga mengambil alih pemberian hadiah kepada pemenang. Alhasil, duit juara dengan total Rp 3,25 miliar ditalangi oleh Kementerian. Duit itu dipastikan sudah cair pada Jumat pekan lalu.
Ridwan pun sangsi BPK bakal menoleransi kebijakan Kementerian Olahraga ini. Ia menduga lembaga pemeriksa keuangan itu akan mendesak Kementerian Olahraga mengembalikan duit hadiah tersebut ke kas negara. Dewan, kata dia, tak bisa berbuat banyak karena persoalan keuangan ada di ranah BPK. "Kami menyerahkannya ke BPK," tuturnya.
Meski demikian, Kementerian Olahraga sepertinya tak risau dengan potensi timbulnya masalah pada hadiah Piala Kemerdekaan. Menurut Gatot S. Dewa Broto, juru bicara Kementerian Olahraga, instansinya sudah mempertimbangkan banyak aspek bila nanti menghadapi pemeriksaan BPK. "Kalau itu berpeluang korupsi, ngapain kami adakan? Sama saja bikin masalah."
TRI SUHARMAN