TEMPO.CO, Jakarta - Di pundak Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia Edy Rahmayadi, harapan pencinta sepak bola nasional kini bertumpu. Masyarakat berharap Edy, yang terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia dalam kongres 10 November 2016, mampu membereskan karut-marut persepakbolaan Tanah Air.
Edy menghadapi banyak persoalan untuk mewujudkan harapan tersebut. Apalagi PSSI belum lama bebas dari sanksi yang dijatuhkan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). ”PSSI sekarang enggak mulai dari nol, tapi minus,” kata Edy, 55 tahun, di Markas Kostrad, Jakarta, Selasa, 22 November 2016.
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu mengatakan akan mengawali kerjanya dengan mereformasi organisasi, lalu menuntaskan kasus dualisme klub dan membina pemain usia muda. Dengan membina pemain dari usia 15 tahun, mantan kiper PSMS Medan junior ini punya target tim Merah Putih berlaga di Olimpiade 2024. ”Insya Allah, bangsa ini mulai bicara di situ,” ujarnya.
Edy menerima wartawan Tempo Sapto Yunus, Raymundus Rikang, Rina Widiastuti, Indra Wijaya, Reza Maulana, dan fotografer Dhemas Reviyanto di kantornya. Selama satu setengah jam, didampingi Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono, Sekretaris Jenderal Ade Wellington, dan Kepala Penerangan Kostrad Letnan Kolonel Agus Bhakti, Edy berbicara tentang pelbagai persoalan sepak bola nasional. Berikut cuplikan wawancaranya.
Apa program andalan Anda untuk PSSI?
Pertama ialah program jangka pendek menyiapkan tim nasional yang kuat untuk SEA Games 2017 di Kuala Lumpur serta Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Tak ada alasan lagi bagi kita untuk gagal di dua ajang itu karena marwah bangsa ini dipertaruhkan. Setidaknya masuk semifinal (Asian Games). Seharusnya kita bisa nomor satu, tapi harus tahu diri. Kedua ialah program jangka menengah dan panjang dengan membina pemain kelompok umur 15 tahun. Mereka bisa kita andalkan delapan tahun lagi saat Olimpiade 2024. Sebelumnya, ada Pra-Olimpiade pada 2022. Nah, pada masa itu, pemain yang kita bina sekarang sudah produktif. Insya Allah, bangsa ini mulai bicara di situ.
Kenapa target Anda bukan Olimpiade 2020?
Terlalu berat. Pra-Olimpiadenya dimulai 2018. Indonesia belum punya pemain andalan baru. Masih Evan Dimas, Manahati Lestusen, dan mantan timnas U-19. Ada yang mempertanyakan kualitasnya. Jawabannya, mereka adalah yang terbaik dari yang terjelek. Tak banyak pilihan karena pembinaan sepak bola Indonesia sedang berhenti atau dalam kondisi kritis. Perlu diingat, pembinaan usia dini tak bisa instan dan harus berjenjang.
Bukankah sekarang sudah ada kompetisi?
Kompetisi sekarang masih banyak diikuti pemain senior di atas 35 tahun, seperti Bambang Pamungkas, Cristian Gonzalez, dan Ismed Sofyan. Ini menunjukkan bahwa kualitas pemain muda kita belum cukup.
FIFA memulai pembinaan usia dini di umur 12 tahun dan berjenjang sampai U-23. Mengapa PSSI mulai U-15?
Format FIFA cenderung ke Eropa, yang jarak antarkota dan negaranya sangat dekat. Kami akan menyikapinya dengan pembagian tiga zona pembinaan. Zona pertama mencakup Sumatera, lalu zona kedua meliputi Jawa dan Kalimantan. Dan zona ketiga Bali sampai Papua. Anak-anak usia 12 tahun itu belum ada karakter permainan dan posisi yang spesifik. Mereka main bola seperti laron. Pada usia 15 tahun, mereka sudah ada penjurusan posisi sehingga memudahkan pembinaan.
Bagaimana Anda menargetkan lolos Olimpiade 2024 sementara kepengurusan Anda hanya sampai 2020?
Saya buat database sehingga mendapatkan satu-dua pemain dari setiap daerah. Secara matematis, kita bisa mendapatkan 34 orang dari 34 provinsi. Kami rencanakan mengirim mereka berlatih, misalnya dua pemain di Spanyol, dua pemain di Belanda, dan dua lainnya di Italia, berputar. Lalu kumpul lagi di sini. Kami bina sampai 2024 sehingga tak lagi cari-cari bakat dari luar.
Berarti peluang pemain naturalisasi memperkuat tim nasional tertutup?
Untuk jangka pendek, saya tetap cari muka-muka separuh Indonesia separuh asing. Kita ada keterlambatan dalam pembinaan. Mau tidak mau, langkah ini harus diambil. Saya tak mau yang bukan sepenuhnya orang Indonesia, harus ada hubungan emosional.
TIM TEMPO
Baca juga:
Timnas ke Semifinal Piala AFF, Ini Target Ketua PSSI
Timnas Siapkan Strategi Berbeda di Semifinal Piala AFF