Dia mengatakan bahwa keluarganya cukup beruntung karena saat itu pihak Jerman mengizinkan mereka masuk ke sana. Hal itu tak lepas dari peran kakek Lovren yang pernah bekerja di Jerman.
Namun hidup sebagai pengungsi di negeri orang memang tak pernah senyaman di rumah sendiri. Keluarga Lovren mendapat penolakan dari pemerintah Jerman ketika mereka mengajukan diri untuk tinggal lebih lama lagi di sana.
"Ayah dan ibu saya selalu meminta izin untuk tinggal lebih lama setiap enam bulan, tetapi selalu ditolak. Jadi setiap enam bulan ayah dan ibu saya selalu mengemasi barang kami untuk kembali. Itu masa yang sangat sulit, anda tak pernah mendapatkan masa depan di Jerman," katanya.
Baca: Michael Ballack Sarankan Oezil Hengkang dari Arsenal
"Ketika saatnya tiba mereka (pemerintah Jerman) berkata: 'Anda memiliki waktu dua bulan untuk mempersiapkan barang-barang anda dan pulang.' Bagi saya itu sangat sulit karena saya memiliki banyak teman di Jerman, hidup saya bermula di sana. Saya bahagia di sana, saya bermain di klub kecil dengan ayah saya sebagai pelatih, semuanya begitu indah."
"Ibu saya berkata:'Jerman adalah rumah kedua kita' dan itu benar. Jerman menerima kami dengan tangan terbuka. Saya tak tahu negara mana yang akan melakukan hal itu, pada saat seperti itu, menerima pengungsi dari Bosnia."
Keluarga Lovren kemudian pindah ke Kroasia untuk memulai hidup baru. Di sana, kedua orang tua Lovren harus membanting tulang karena semua harta mereka hilang akibat perang. Bahkan Lovren harus rela perangkat ski es yang dimilikinya dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Selanjutnya: Sepekan Tak Punya Uang