TEMPO.CO, Jakarta - Para warga keturunan Afrika di Bondy, kawasan di pinggiran timur laut Paris, Jumat malam ini, 6 Juli, akan menyaksikan kiprah Kylian Mbappe, melalui tayangan televisi, pada perempat final Piala Dunia 2018 di Stadion Nizhny Novgorod, Rusia. Mbappe membela Prancis menghadapi Uruguay pada putaran delapan besar Piala Dunia 2018.
Baca: Uruguay Vs Prancis, Luis Suarez Bicara Ancaman Mbappe
Mbappe baru berusia 19 tahun. Tapi, ia sudah menjadi bintang baru tim nasional Prancis melalui Piala Dunia 2018. Kecepatan dan dua golnya membawa Prancis mengalahkan Lionel Messi dan kawan-kawan dari Argentina 4-3 pada 16 besar.
Baca: Piala Dunia 2018: Uruguay Vs Prancis, Pembalasan Didier Deschamps
Mbappe mulai mencuat ketika membawa AS Monaco menembus perempat final Liga Champions dan kemudian dipinjamkan ke Paris Saint-Germain musim lalu.
Baca: Ini Jadwal Babak 8 Besar Piala Dunia 2018
Mbappe lantas menjadi meteor baru tim Prancis dan mendapatkan julukan sebagai Pele yang baru. Pele, legenda tim Brasil dan sepak bola dunia, lebih muda lagi ketika mencuat di Piala Dunia. Ia melakukan debutnya di tim Brasil pada usia 16 dan dua tahun berikutnya memenangi Piala Dunia 1958.
Kembali ke kota kelahiran Mbappe, Bondy, di pinggiran timur laut Paris, ada kebanggaan luar biasa atas mencuat penyerang ini pada pergelaran di Rusia 2018. Tapi, tidak terlalu mengejutkan, karena mereka tahu ia akan menjadi pemain besar.
Mbappe adalah figur terkenal di pinggiran Paris itu, tempat ia tumbuh bermain di klub lokal, AS Bondy.
“Kylian berada di depan semua orang,” kenang Jean-Marc Goue, 28, sahabat dari kakak lelaki Mbappe. Goue juga guru pendidikan khusus di lingkungan kota di pinggiran Paris itu, yang dihuni mayoritas warga migran dari Afrika tengah dan utara.
“Pada usia lima tahun, ia biasa mendengarkan ayahnya (seorang pelatih AS Bondy) berbicara di kamar ganti pemain dan kamar tidurnya ditempeli foto-foto (Zidene) Zidane dan Ronaldo,” kata Goue.
Tapi, anak muda yang bergabung dengan AS Monaco pada usia 14 tahun ini tidak pernah kehilangan kontak dengan akarnya atau membiarkan sukses memabukkan kepalanya.
Hal itu terjadi bahkan setelah Mbappe dipinjam klub raksasa di Liga 1 Prancis dan Eropa, Paris Saint-Germain, dengan biaya transfer mencapai 145 juta euro dan kini statusnya sudah menjadi pemain tetap PSG.
Ayahnya adalah asli dari Kamerun dan ibunya seorang atlet bola tangan asal Aljazair.
Ayah dan ibunya menanamkan perasaan untuk selalu mengingat kepada masyarakat yang berada di antara dua jalan raya dan di tengah beberapa proyek perumahan yang belum rampung. Di Prancis, daerah itu sering disebut secara tidak resmi berdasarkan nomor departemennya, 93.
“Adalah mudah untuk ketenaran dan uang memenuhi kepalamu. Tapi, Kylian berbeda,” kata Goue. “Ia tahu dari mana berasal sehingga selalu berterima kasih kepada keluarganya. Ia menjadi sumber dari kebanggaan anak-anak di Bondy, seorang figur panutan.”
Bulan lalu, Mbappe membantu pembiayaan lawatan ke Rusia dari sebuah kelompok pelajar sekolah lokal di Bondy, College Jean Renoir.
Dalam lawatan 10 hari, 25 pelajar remaja itu mengunjungi Moskwa dan menghadiri pertandingan Maroko melawan Portugal serta Prancis versus Denmark. Mereka juga punya jadwal pertemuan dengan Mbappe.
Buat Nassyn, 13 tahun, yang berada di rombongan lawatan itu, kehadiran bintang sepak bola tersebut dalam pertemuan dengan mereka membuktikan bahwa segala peluang hidup lebih baik mungkin terjadi buat mereka. Sekalipun, mereka datang dari pinggiran kota yang sering mendapat stigma negatif karena populasi migrannya yang besar dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Mickael Ichkhanian, mantan penjaga taman di Stadion Leo Lagrande, tempat Mbappe melakukan debutnya, mengatakan mereka beruntung memiliki anak lelaki seperti itu. Pria muda yang telah menampilkan kedewasaan di luar usianya, di dalam dan luar lapangan.
Baca: Piala Dunia 2018, Uruguay Siap Redam Kylian Mbappe
“Fakta bahwa dia datang dari 93, yang sering digambarkan secara negatif oleh media, membuat kami menjadi lebih bangga,” kata Ichkhanian.
REUTERS | ESPN