Menurut Asep, untuk menjaga kerukunan di internal suporter PSS, dilakukan dengan berbagai kegiatan yang dikoordinir tiga zona wilayah pendukung, yaitu barat, tengah, dan timur. Ada 50an koordinator lapangan yang mengurusi laskar-laskar itu. Para laskar itu bertemu dengan anggitanya tiap tiga bulan sekali untuk membicarakan apa yang menjadi aspirasi dan rencana kegiatan.
Ketika PSS menggelar laga kandang atau tandang, Slemania tak sungkan menjalin komunikasi dengan pentolan suporter lawan, baik melalui telepon atau bertemu jauh-jauh hari sebelum hari pertandingan. Biasanya sebelum atau setelah pertandingan, suporter kedua klub menggelar silaturahmi.
Namun kenyataan di lapangan tetap saja ada riak-riak yang muncul. Saat PSS menekuk Arema FC 3-1 di Stadion Maguwoharjo pada pertandingan Liga 1, Mei lalu, terjadi kericuhan antarsuporter, Slemania dan Aremania. Laga yang disaksikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha sempat dihentikan sementara karena terjadi aksi melempar baru di tribun penonton merembet ke lapangan. Belasan suporter kedua tim mengalami luka-luka.
Kala itu, Asep dan anggota Slemania lainnya bertahan di stadion hingga dinihari membantu Aremania membereskan dampak dari kericuhan itu, termasuk membantu mengeluarkan kendaraan bermotor suporter yang masih tertinggal di stadion akibat kericuhan.
Setelah kejadian itu, keesokan harinya, Asep mewakili Slemania menghubungi pengurus Aremania melalui video call demi meminta maaf. "Kami kaget sekali saat itu bisa terjadi ricuh. Kami merasa gagal menjadi tuan rumah yang baik, karena sebelumnya tak pernah ada masalah," ujarnya.
Asep mengakui, tugas mengendalikan suporter kini makin berat. Perkembangan sosial media berpotensi memicu gesekan suporter di lapangan. Karena itu, pihaknya tak henti memonitor agar tidak terjadi perang urat syarat antarsuporter di media sosial menjelang pertandingan yang berpotensi membakar emosi saat pertandingan.
Saat ini, Asep menambahkan, Slemania masih mempunyai pekerjaan rumah yang belum selesai, yaitu mewujudkan rekonsiliasi dengan saudara serumahnya, yakni pendukung PSIM Yogyakarta, baik dari ordo Brajamusti maupun Mataram Independent alias Maiden. Persaingan panjang dua klub di satu provinsi ini membuat pendukungnya masih belum bisa berbagi tribun stadion saat masih sama sama berlaga di Liga 2.
"Insya Allah komunikasi silaturahmi Slemania dengan pengurus Brajamusti dan Maiden masih terjalin baik. Kami sering duduk bersama, ini yang terus kami tularkan ke para laskar, agar juga akur," ujarnya
Pentolan Slemania ini mengingatkan kepada semua anggota suporter bola dari berbagai klub, jangan lagi mempertahankan gesekan antarsuporter. Sebab, itu hanya merugikan klub dan berpotensi memakan korban. "Sudahlah, kita sudahi konflik suporter ini. Apalagi kita semua satu darah," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO