TEMPO.CO, Jakarta - Mauricio Pochettino dan Tottenham Hotspur akhirnya pecah kongsi. Spurs memecat Pochettino dari jabatan manajer. Pengumuman itu disampaikan lewat akun media sosial Spurs, Selasa malam waktu London.
Bos besar Tottenham, Daniel Levy, menyatakan keputusan tersebut diambil karena penampilan Spurs musim ini amat buruk. Di kompetisi utama, Liga Primer Inggris, mereka mondok di posisi ke-14 klasemen.
Dalam 12 pekan laga, Harry Kane cs hanya mampu mengoleksi 14 angka. Hasil itu didapat dari tiga kemenangan, lima kali imbang, dan empat kekalahan.
Selain itu, prestasi lini serang dan bertahan Tottenham sama buruknya. Spurs tercatat hanya sanggup bikin 18 gol dan kebobolan 17 kali dalam 12 laga.
"Keputusan ini sangat berat. Kami tak asal-asalan memutuskan masalah ini. Namun kami harus melaluinya demi kepentingan terbaik klub," kata Levy.
Selain karena buruknya hasil di Liga Primer, Pochettino dianggap paling bertanggung jawab atas kekalahan memalukan. Di Liga Champions, 1 Oktober lalu, Spurs dibantai 2-7 oleh Bayern Muenchen.
Beruntung posisi Tottenham di Liga Champions terbilang cukup aman. Dalam empat pertandingan di penyisihan Grup B, Tottenham berada di posisi kedua klasemen grup di bawah Bayern.
Sejumlah media Inggris menyebutkan Levy benar-benar kehilangan kesabaran atas kinerja Pochettino. Dia gagal mengulang penampilan apik Spurs musim lalu. Padahal dari skuad pemain tak terjadi pengurangan kekuatan.
Yang terjadi, mereka malah membeli tiga gelandang, yakni Tanguy Ndombele dari Olympique Lyon, Giovani Lo Celso dari Real Betis, dan Ryan Sessegnon dari Fulham.
Pemecatan ini tentu mengejutkan. Dalam lima musim, Pochettino berhasil membawa Spurs dari klub papan tengah menjadi anggota The Big Six. Dia merupakan pelatih paling sukses di era Liga Primer.
Bekas Manajer Tottenham, Harry Redknapp, menyayangkan pemecatan Pochettino. Menurut pria berusia 72 tahun itu, tenggelamnya Spurs musim ini bukan sepenuhnya salah Pochettino.
"Ada andil pemain dalam masalah pada musim ini," kata mantan pelatih Southampton dan Portsmouth itu.
Redknapp mengatakan, dari segi skuad, hampir semua pemain Tottenham punya kualitas jempolan. Separuh lebih pemain Spurs bermain di tim nasional negara masing-masing.
Mantan pelatih Queens Park Rangers itu sadar betul pemecatan Pochettino tak bisa dianulir. Walhasil, dia berharap Son Heung-min cs bisa kembali berfokus menunjukkan penampilan terbaik mereka.
Namun sejatinya keretakan hubungan antara Pochettino dan bos Tottenham sudah terjadi sejak akhir musim lalu. Levy kesal betul terhadap penampilan Spurs dalam 12 laga terakhir.
Pada masa itu, Tottenham kalah tujuh kali, bahkan melawan tim medioker. Burnley, Southampton, West Ham, hingga Bournemouth berhasil mempermalukan The Lilywhites.
Walhasil, posisi Spurs di klasemen yang semula stabil di posisi ketiga—di bawah Manchester City dan Liverpool—kini justru terpuruk. Beruntung pada akhir musim mereka masih bisa finis di urutan keempat dan bisa bermain di Liga Champions.
Sejak itulah Levy dan petinggi Spurs lain mengurangi komunikasi mereka dengan Pochettino. Puncaknya terjadi ketika Tottenham membeli gelandang Ndombele dari Lyon seharga 60 juta euro atau sekitar Rp 930 miliar pada bursa transfer musim panas lalu.
Masalahnya, pembelian Ndombele dilakukan tanpa sepengetahuan Pochettino. Aneh, tentu saja. Sebab, sudah seharusnya seorang manajer ikut andil dalam proses jual-beli pemain di sebuah klub.
"Sepertinya klub perlu mengubah deskripsi pekerjaan saya sebagai manajer. Tak perlu mengurus kontrak dan jual-beli pemain, cukup mengurus taktik di lapangan. Selebihnya tanya ke Levy saja," kata Pochettino.
Bekas Manajer Southampton itu sendiri kesal karena Levy tak kunjung mencari pengganti bek kanan Kieran Trippier yang hengkang ke Atletico Madrid. Walhasil, makin kusutlah hubungan keduanya.
SPORTSKEEDA | BBC | DAILYMAIL | INDRA WIJAYA