TEMPO.CO, Jakarta - Keberhasilan RB Leipzig melaju ke semifinal Liga Champions musim ini menyiratkan sebuah harapan baru. Jika pada musim sebelumnya para pecinta sepak bola selalu disajikan dengan dominasi tim-tim besar seperti Barcelona, Real Madrid, Liverpool hingga Atletico Madrid, kini RB Leipzig muncul menjadi salah satu kekuatan baru di kancah sepak bola Eropa.
Yang membuat semakin menarik adalah karena RB Leipzig sebenarnya berumur masih sangat belia. Klub asal Jerman itu didirikan pada 2009 oleh perusahaan minuman energi kalengan berlogo adu banteng, Red Bull.
Perusahaan asal Austria itu membeli klub divisi lima Bundesliga SSV Markranstadt senilai 50 juta euro saja. Awal pendirian klub itu penuh dengan jalan curam. Otoritas sepak bola Jerman, DFB, tak mengizinkan penggunaan nama Red Bull karena terkait dengan urusan komersil.
Alhasil, mereka menggunakan nama Rasen Ballsport Leipzig. Namun pada akhirnya nama Red Bull Leipzig lebih terkenal ketimbang nama asli mereka.
Baca: Top Skor Liga Champions: Simak Perbandingan Posisi Lewandowski dan Messi
Tak hanya itu, suporter SSV Markranstadt sempat menentang pengambilalihan saham tersebut. Mereka khawatir Red Bull akan mengubah akar budaya sepak bola klub itu seperti yang mereka lakukan pada SV Austria Salzburg yang berubah menjadi RB Salszburg.
Para suporter Markranstadt juga khawatir bahwa pengambilalihan tersebut hanya soal bisnis semata, bukan soal sepak bola sebenarnya.
Akan tetapi kekhawatiran tersebut terkikis seiring waktu. Apalagi klub mereka berhasil naik ke divisi utama Liga Jerman hanya dalam tujuh tahun saja.
"Sekarang semua orang di kota menyukai RB Leipzig, terlepas dari keberadaan dua klub lainnya di sana - Chemie dan Lok Leipzig - dan semua orang tahu betapa berharganya mereka memiliki klub seperti itu di sana," kata seorang jurnalis Jerman, Guido Schafer, yang mengikuti perkembangan klub itu.
"Jumlah pendukung loyal mereka juga terus berkembang. Sekarang, bangku stadion sebanyak 40 ribu selalu penuh setiap pertandingannya."