TEMPO Interaktif, Jakarta: Sejumlah kesalahan dilakukan Paul Ince, yang dipecat Blackburn Rovers, sehingga tim yang semula kokoh dan stabil itu sekarang terperosok di pinggir jurang degradasi.
Sebelum Paul Ince masuk, Blackburn ditukangi Mark Hughes yang sekarang di Manchester City. Di bawah Hughes, Blackburn berada di peringkat tujuh dan dijuluki "Bully Boys" karena tidak takut dengan siapapun.
Empat tim besar Liga Primer--Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool--selalu was-was jika datang ke markas Blackburn. Selama dipegang Hughes, tim ini selalu berada di bagian atas papan tengah. Tapi di tangan Ince, dalam enam bulan kesebelasan ini terancam degradasi.
Kesalahan pertama, Ince gagal menguasai penuh para pemainnya. Dalam enam minggu memegang Blackburn Rovers, mulai muncul cerita para pemainnya "memberontak" terhadap Paul Ince.
David Bentley salah satunya. Sayap tim nasional Inggris itu dilaporkan marah saat dihukum push up 20 kali oleh Ince gara-gara ia bersedekap saat latihan. Bentley kemudian pindah di Tottenham Hotspur dan di sana ia bercerita kejengkelennya dibawah pimpinan Ince.
Kedua, karena Paul Ince menunjuk Ray Mathias dan Archie Knox sebagai asisten pelatih. Kedua asisten pelatih--yang di Inggris biasa menangani latihan sehar-hari--menggunakan metode yang ketinggalan zaman.
Para pemain Blackburn terbiasa dengan gaya latihan ultramoderen dan ilmiah yang dipakai Mark Hughes dan memberi jalan bagi Ince. Mereka tidak suka dengan gaya Mathias dan Knox.
Ince mungkin menggunakan asisten pelatih sudah senior--meski metode melatihnya kuno--karena ia merasa masih muda dan kurang pengalaman. Tapi ia memang mesti menunjuk asisten pelatih karena dua asisten pelatih di Blackburn, Mark Bowen dan Eddie Niedzwiecki, ikut Hughes ke Manchester City.
Ince juga kehilangan respek pemain karena ia dianggap kurang sering melatih sendiri seperti dikeluhkan sejumlah pemain Blackburn. Ia menyerahkan sepenuhnya latihan kepada Mathias dan Knox.
TELEGRAPH/NURKHOIRI