Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jalan Panjang Devi Athok Perjuangkan Keadilan untuk Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan

image-gnews
Devi Athok menunjukkan foto kedua putrinya semasa menonton pertandingan sepak bola di stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang. Tempo / Eko Widianto
Devi Athok menunjukkan foto kedua putrinya semasa menonton pertandingan sepak bola di stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang. Tempo / Eko Widianto
Iklan

TEMPO.CO, Malang - Selama setahun ini, Devi Athok Yulfitri, 44 tahun, terus memperjuangkan keadilan bagi keluarga tragedi Kanjuruhan. Berbagai langkah telah ditempuh, mengajukan laporan model B ke Kepolisain Resor Malang, melapor ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Putusan majelis hakim terhadap lima terdakwa dianggap tidak memberikan rasa keadilan. “Kalau bisa pelaku dihukum mati, dipecat dari kepolisian,” kata Devi Athok, Jumat, 22 September 2023.

Tragedi Kanjuruhan terjadi pasca-laga Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022. Aksi suporter Arema FC yang masuk ke dalam stadion ditanggapi dengan brutal oleh aparat kepolisian. 

Mereka melepaskan tembakan gas air mata ke arah tribun yang masih disesaski penonton. Alhasil, penonton berhamburan sehingga berdesak-desakan di pintu keluar. Kejadian ini menyebabkan 135 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. 

Setelah kejadian itu, Polda Jawa Timur menetapkan enam orang tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita; Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris; Security Officer Arema FC, Suko Sutrisno; Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan; Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi; dan Kepala Bagian (Kabag) Ops Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto. 

Meskipun demikian, hanya lima dari enam tersangka yang berhasil diseret ke pengadilan. Hingga saat ini, tak ada kabar soal nasib berkas Akhmad Hadian Lukita. Dari lima orang yang dibawa ke pengadilan itu pun tiga terdakwa hanya mendapatkan vonis ringan sementara dua terdakwa dinyatakan bebas.

Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis 1 tahun dan enam bulan penjara kepada Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris dan setahun penjara terhadap kepala keamanan Suko Sutrisno. Komandan Kompi Brimob Polda Jatim Hasdarmawan divonis 1,5 tahun penjara. Sedangkan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan Kabag Ops Polres Malang, Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas di PN Surabaya dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Tingkat kasasi, Sidik divonis 2 tahun dan Wahyu 2,5 tahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka, kata Devi, telah melukai hati keluarga korban yang mencari keadilan. Selain itu, ia juga menuntut bekas Kapolres Malang dan bekas Kapolda Jawa Timur turut bertanggung jawab dan dihukum. Tak cukup hukuman disiplin, seperti mutasi dan non-job. Lantaran, pimpinan kepolisian tersebut yang memerintahkan polisi membawa gas air mata ke stadion.

“Sakit hati, keadilan di sini harus diperjuangkan,” katanya. Tak hanya itu, manajemen Arema FC juga diminta bertanggung jawab lantaran tak memberikan rasa aman bagi para suporter pendukung. Harga tiket mahal, kata Devi, tapi tidak dapat asuransi. Dia juga menuntut bekas Ketua Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI), Mochammad Iriawan alias Iwan Bule.

“Nyawa tidak bisa ditukar dengan uang. Kami menuntut keadilan,” kata Devi yang kehilangan dua anaknya, Natasya Devi Ramadhani, 16 tahun dan Naila Debi Anggraini, 13 tahun. Mantan istrinya, Gebi Asta Putri Purwoko, 37 tahun, juga menjadi korban jiwa dalam tragedi yang merenggut 135 nyawa pada 1 Oktober 2022.

Devi Athok juga mengajukan ekshumasi atau membongkar makam dan autopsi mayat kedua putrinya. Tujuannya, untuk membuktikan jika korban tragedi Kanjuruhan sesak dan terpapar gas air mata. Tetapi, ia mengaku kecewa dengan hasil tim dokter forensik yang melakukan autopsi. Sebab, mereka menyebut bahwa keduanya meninggal karena pukulan dan terinjak-injak.

“Dokter forensik yang kami ajukan mendampingi tidak dilibatkan. Ini dagelan,” katanya. Devi menunjukkan kulit wajah kedua putri merah kehitaman, dan mulutnya mengeluarkan busa. Selain itu, ia mencium bau amoniak yang menyengat, khas aroma gas air mata. Ia memastikan hal itu karena sebelumnya berulang kali mencium bau tersebut. Ia pun pernah merasakan ditembak gas air mata oleh polisi beberapa kali saat mendukung klub Arema FC.

Pilihan Editor: Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kembali Datangi Mabes Polri, Ini Tuntutannya

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tragedi Rempang Setahun Lalu: Upaya Pengosongan Pulau Rempang Demi PSN Rempang Eco City, Milik Siapa?

2 hari lalu

Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin, 11 September 2023. Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
Tragedi Rempang Setahun Lalu: Upaya Pengosongan Pulau Rempang Demi PSN Rempang Eco City, Milik Siapa?

Setahun lalu atau tepatnya pada 7 September 2023, terjadi bentrokan antara aparat dengan warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).


Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata: Dilaporkan ke KPK, Ditanggapi Polisi

7 hari lalu

Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menunjukkan surat bukti pengaduan setelah membuat laporan ke Pengaduan Masyarakat KPK, di gedung KPK, Jakarta, Senin, 2 September 2024. Mereka melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dalam dua proyek pengadaan Pepper Projectile Launcher (alat pelontar gas air mata) di Polri dari APBN tahun 2022 senilai Rp49,8 miliar dan program APBN SLOG Polri tahun 2023 senilai Rp49,9 miliar. TEMPO/Imam Sukamto
Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata: Dilaporkan ke KPK, Ditanggapi Polisi

Polri menjadi sorotan soal dugaan korupsi pengadaan gas air mata


Polri Klaim Pengadaan Pelontar Gas Air Mata Sesuai Prosedur

7 hari lalu

Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menunjukkan surat bukti pengaduan setelah membuat laporan ke Pengaduan Masyarakat KPK, di gedung KPK, Jakarta, Senin, 2 September 2024. Mereka melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dalam dua proyek pengadaan Pepper Projectile Launcher (alat pelontar gas air mata) di Polri dari APBN tahun 2022 senilai Rp49,8 miliar dan program APBN SLOG Polri tahun 2023 senilai Rp49,9 miliar. TEMPO/Imam Sukamto
Polri Klaim Pengadaan Pelontar Gas Air Mata Sesuai Prosedur

Polri mengklaim pengadaan pelontar gas air mata dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.


Ini Respons KPK soal Laporan Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata di Lingkungan Polri

7 hari lalu

Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, memberikan keterangan kepada awak media, di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2024. KPK telah mengeluarkan surat keputusan Nomor 1001 Tahun 2024 tentang larangan melakukan perjalanan keluar negeri terhadap 6 orang Warga Negara Indonesia dengan inisial SC, PNS, THL, NG, VAK dan FT selama 6 bulan dalam kasus dugaaan korupsi di PT Telkom. TEMPO/Imam Sukamto
Ini Respons KPK soal Laporan Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata di Lingkungan Polri

KPK menyatakan akan memverifikasi terlebih dahulu laporan dugaan korupsi pengadaan gas air mata di lingkungan Polri.


3 Fakta Temuan Koalisi Masyarakat Sipil Soal Dugaan Korupsi Pelontar Gas Air Mata di Polri

8 hari lalu

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa saat unjuk rasa tolak pengesahan revisi UU Pilkada di kantor DPRD NTB di Mataram, Jumat 23 Agustus 2024. Polisi menerjunkan sedikitnya 350 personel untuk mengamankan aksi mahasiswa yang menyuarakan penolakan terhadap revisi UU Pilkada. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
3 Fakta Temuan Koalisi Masyarakat Sipil Soal Dugaan Korupsi Pelontar Gas Air Mata di Polri

Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan dugaan korupsi pengadaan pelontar gas air mata di kepolisian ke KPK.


Dugaan Penggelembungan Harga Alat Pelontar Gas Air Mata Mencapai Rp 26 Miliar

8 hari lalu

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur ditemui di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Ahad, 2 Juni 2024. Tempo/Novali Panji
Dugaan Penggelembungan Harga Alat Pelontar Gas Air Mata Mencapai Rp 26 Miliar

Masyarakat membayar pajak tapi justru menerima dampak negatif atas pengadaan gas air mata tersebut.


Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Polri Atas Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata

8 hari lalu

Mahasiswa melawan saat polisi menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan aksi yang menuntut pemakzulan Joko Widodo di Jalan Pemuda, Semarang, Senin 26 Agustus 2024. Selain water canon polisi juga menghujani mahasiswa dengan gas air mata untuk membubarkan mereka, yang membuat puluhan mahasiswa pingsan dan dilarikan ke sejumlah rumah sakit. Tempo/Budi Purwanto
Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Polri Atas Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata

Koalisi Masyarakat Sipil menemukan sejumlah potensi penyimpangan dalam pengadaan alat pelontar gas air mata di kepolisian.


Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Polri ke KPK Soal Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata, Ingat Tragedi Kanjuruhan?

9 hari lalu

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa saat unjuk rasa tolak pengesahan revisi UU Pilkada di kantor DPRD NTB di Mataram, Jumat 23 Agustus 2024. Polisi menerjunkan sedikitnya 350 personel untuk mengamankan aksi mahasiswa yang menyuarakan penolakan terhadap revisi UU Pilkada. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Polri ke KPK Soal Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata, Ingat Tragedi Kanjuruhan?

Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan Polri ke KPK temuan dugaan korupsi pengadaan alat pelontar gas air mata. Ingat tragedi Kanjuruhan dan Rempang?


Kompolnas Surati Mabes Polri, Minta Pertanggungjawaban Penggunaan Gas Air Mata saat Bubarkan Demonstrasi

12 hari lalu

Mahasiswa melawan saat polisi menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan aksi yang menuntut pemakzulan Joko Widodo di Jalan Pemuda, Semarang, Senin 26 Agustus 2024. Selain water canon polisi juga menghujani mahasiswa dengan gas air mata untuk membubarkan mereka, yang membuat puluhan mahasiswa pingsan dan dilarikan ke sejumlah rumah sakit. Tempo/Budi Purwanto
Kompolnas Surati Mabes Polri, Minta Pertanggungjawaban Penggunaan Gas Air Mata saat Bubarkan Demonstrasi

Komisioner Kompolnas Poengky mengatakan, gas air mata memang tidak mematikan, tapi polisi tetap harus waspada dalam penggunaannya.


Cara Menghilangkan Efek Terkena Gas Air Mata

13 hari lalu

Mahasiswa gabungan dari berbagai kampus di Semarang terpaksa mundur setelah polisi menembakkan gas air mata saat aksi menentang Revisi Undang Undang Pilkada di kantor DPRD Jawa Tengah di Semarang, Kamis, 22 Agustus 2024. Polisi membubarkan aksi mahasiswa yang memaksa masuk untuk menduduki kantor DPRD Jawa Tengah.(Tempo/Budi Purwanto)
Cara Menghilangkan Efek Terkena Gas Air Mata

Tips kurangi gejala perih akibat efel terkena semprotan gas air mata.