TEMPO Interaktif, Jakarta - Otoritas sepak bola dunia (FIFA) sudah mengancam akan memberikan sanksi pada Indonesia bila kompetisi Liga Primer Indonesia jadi digelar Sabtu (8/1). Hukuman seperti apakah yang mungkin diterima Indonesia?
Direktur Keanggotaan dan Pengembangan FIFA, Thierry Regenass, di Doha, Qatar, Jumat (7/1), tak secara spesifik menyebutkan sanksi itu. "Kami belum menerima laporan resmi apa pun tentang hal ini tapi liga itu kemungkinan akan mulai berjalan besok," kata Regenass saat itu. "Kami sadar akan situasi tersebut dan bila (liga) itu tetap berjalan maka hal itu akan ditangani oleh komisi darurat FIFA dan sanksi akan diberikan."
Tapi, dari kasus-kasus sebelumnya ada dua kemungkinan sanksi yang akan diberikan FIFA.
Pertama, bila kehadiran LPI dianggap mencerminkan sebuah intervensi dari pemerintah, maka Indonesia lah yang akan terkena saksi berupa larangan tampil di ajang internasional, baik tim nasionalnya maupun klubnya.
Intervensi pemerintah di negara lain sebelumnya sudah mendorong FIFA memberikan sanksi serupa.
Nigeria langsung dijatuhi hukuman seperti ini saat Presiden negara itu, Goodluck Jonathan, melarang tim nasional tampil di ajang apapun selama dua tahun setelah tim itu tampil buruk di Piala Dunia 2010. Meski larangan presiden dicabut pada 5 Juli, enam hari setelah dikeluarkan, tapi sanksi FIFA tetap berlaku selama tiga bulan.
Pada 2008, Brunei juga diberi sanksi serupa oleh FIFA setelah setelah pemerintah membubarkan BAFA (The Football Association of Brunei Darussalam) yang jadi anggota FIFA dan menggantikannya dengan Brunei Darussalam's Football Association. FIFA melarang keikutsertaan tim negara itu dari ajang Liga Super Singapura. Hukuman itu hingga kini belum dicabut dan Brunei terancam jadi negara kedua yang dikeluarkan dari FIFA setelah Afrika Selatan pada 1976, karena masalah diskriminasi.
Sanksi karena intervensi politik juga pernah menimpa Irak, pada Mei 2008. FIFA melarang negara itu tampil dalam laga internasional selama setahun setelah pemerintah membekukan federasi sepak bola negara itu. Tapi tiga hari kemudian sanksi itu dibatalkan setelah pemerintah membatalkan tindakan.
Pada 29 November 2009, FIFA kembali memberi sanksi larangan berkiprah di dunia internasional pada negara ini, lagi-lagi karena intervensi pemerintah. Sanksi baru diangkat pada Maret 2010 setelah federasi sepak bola (IFA) kembali memiliki otoritas penuh.
Sanksi jenis kedua yang mungkin diterima oleh Indonesia akan jatuh pada Liga Primer Indonesia dan semua unsur yang terlibat di dalamnya.
Hal ini pernah terjadi saat National Professional Soccer League (NPSL) digelar Amerika Utara pada 1967. NPSL ini adalah liga tandingan bagi liga resmi, United Soccer Association (USA).
Semua unsur yang terlibat dalam kompetisi tandingan itu --pemain, pelatih, wasit, hingga pengurus-- mendapat sanksi pengasingan dari Federasi sepak bola Amerika Utara (USSF) dan FIFA. Lisensi pelatih dan wasit dicabut, sedangkan pemain tak boleh berkiprah di ajang internasional, termasuk memperkuat tim nasional.
Tapi setahun kemudian NPSL bergabung dengan USA membentuk liga sepak bola Amerika Utara (NASL), maka hukuman itu pun dibatalkan dan semua unsur yang terlibat dalam kompetisi tandingan itu mendapat amnesti dari USSF dan FIFA.
Jika melihat kasusnya tampaknya sanksi jenis kedua inilah yang paling mungkin dijatuhkan FIFA. Dan unsur-unsur yang terlibat LPI mestinya sudah sejak awal menghitung kemungkinannya,
Nurdin Saleh