TEMPO.CO, Jakarta - Di awal kedatangannya ke Anfield 8 Oktober lalu, Juergen Klopp dielu-elukan sebagai pelatih brilian yang bisa mengangkat performa Liverpool yang saat itu sedang terpuruk di bawah asuhan Brendan Rodgers.
Kepercayaan diri para pemain, penggemar serta petinggi Liverpool tak bisa disalahkan mengingat kehebatannya saat menangani Borusia Dortmund. Dia mampu menghentikan puasa gelar Liga Jerman selama 9 tahun yang dialami Dortmund saat itu. Dia juga mampu membawa timnya masuk final Liga Champions pada 2012-2013.
Setelah hampir tiga bulan di Liverpool, The Kopties - sebutan untuk fans Liverpool - tampaknya harus realistis. Klopp belum juga klop dengan gaya permainan Inggris. Performa pasukan The Reds racikannya masih belum konsisten. Mampu menggulung Manchester City 4-1 dan Chelsea 3-1, The Reds secara mengejutkan terjungkal dari tim yang berada di zona degradasi, Newcastle United dan Watford yang di atas kertas berada di bawah mereka.
Catatan buruk Klopp terlihat secara statistik. Dari 15 pertandingan yang sudah dijalaninya bersama Liverpool di semua kompetisi, Klopp hanya bisa memenangkan 7 laga diantaranya. Sisanya berakhir dengan imbang 5 kali dan 3 kali kalah. Persentase kemenangannya bersama Liverpool pun hanya 46,67 persen.
Di bawah Klopp, performa lemahnya lini belakang Liverpool juga tampak belum terpecahkan. Liverpool sudah kebobolan 15 kali dalam 15 laga itu. Artinya, gawang Liverpool kebobolan 1 kali tiap pertandingan. Laman transfermrkt pun hanya memberikan Klopp nilai rata-rata 1,76 per pertandingan.
Tangan dingin Klopp dalam menelurkan talenta muda di Liverpool juga belum teruji. Buktinya, di tengah krisis lini belakang yang sedang dialami The Reds saat ini, Klopp tak berani mencari solusi dari akademi Liverpool. Kelebihan Klopp hanyalah bahwa dia saat ini masih didukung oleh pemain dan fans Liverpool.
Belum singkronnya Klopp dengan Liverpool terlihat dari bagaimana dia masih kerap mengotak-atik lini tengahnya. Klopp masih belum pede dengan racikan 4-2-3-1 seperti yang diterapkannya di Dortmund. Dia masih sering mengganti pola pakemnya itu dengan 4-3-2-1 yang lebih berjiwa bertahan.
Padahal secara statistik pola 4-2-3-1 miliknya terbukti lumayan ampuh. Dari tujuh kemenangan Liverpool, lima diantaranya menggunakan pola itu. Sedangkan dari tiga kali kekalahan yang dialami Liverpool, dua diantaranya ketika Liverpool menerapkan pola 4-3-2-1.
Tiga bulan adalah waktu yang singkat dan The Kopties mungkin masih memiliki stok kesabaran yang lebih dari cukup. Namun, jelang paruh kedua Januari nanti, Klopp tampaknya harus lebih bekerja keras. Target mencapai empat besar tampaknya hasil paling realistis melihat posisi Liverpool yang berada di posisi kesembilan dengan tertinggal 14 poin dari pemuncak klasemen, Leicester City.
Akhir pekan nanti, Klopp akan kembali menghadapi ujian. Liverpool akan menjamu Leicester City di Boxing Day, 26 Desember. Apalagi, badai cedera mendera lini belakang Klopp. Kemenangan melawan Leicester tentu saja akan berarti besar bagi Liverpool. Selain memutus rantai hasil buruk dari tiga pertandingan terakhir, kemenangan ini tentu akan memperpendek jarak mereka dengan puncak klasemen.
TRANSFERMRKT|FEBRIYAN