TEMPO.CO, Jakarta - Dalam formasi 5-3-2 lama, ada dua pemain stopper yang berada di depan seorang libero dan diapit dua bek sayap. Libero adalah bek tengah yang memantau seluruh pergerakan lawan di daerahnya.
Stopper adalah pemain belakang yang memiliki tugas utama menempel sekaligus “mematikan” penyerang atau pemain lawan yang dinilai paling berbahaya. Ia juga yang pertama kali memotong atau menghadang bola yang masuk ke daerah pertahanannya.
Formasi itu peninggalan sistem catenaccio dalam strategi bermain sepak bola di Italia. Permainan tersebut menekankan sistem pertahanan berlapis yang kuat dan sering disebut pertahanan ala gerendel. Mereka mengalahkan lawan melalui serangan balik.
Malam nanti, Minggu, 4 Maret 2018, di Stadion Etihad, Manchester, dalam pertandingan Manchester City melawan Chelsea di Liga Primer Inggris, ada orang Italia yang terlibat.
Ia adalah Antonio Conte, Manajer Chelsea yang sudah sejak dulu terkenal sebagai pemain, kemudian pelatih Italia dan Juventus.
Conte lagi terpojok. Di atas kertas, ia tak akan bisa membawa Chelsea menjuarai Liga Primer Inggris seperti musim lalu, 2016-2017. Pasalnya, Chelsea berada di urutan kelima dengan 10 pertandingan tersisa dan ketinggalan 22 poin dari Manchester City di puncak klasemen.
Hal yang membuat Conte semakin tersudut adalah ia semakin sering mengkritik manajemen timnya sendiri. Ia merasa tak mendapat dukungan dana yang cukup--padahal uangnya ada--dari Roman Abramovich dan kawan-kawan di Chelsea untuk menambah kekuatan skuad dengan membeli pemain-pemain papan atas.
Itu sebabnya isu atau prediksi bahwa Conte hanya akan dipekerjakan Chelsea dua musim, termasuk pada 2017-2018 ini, semakin berkembang.
Padahal, kalaupun gagal di liga domestik, Conte masih berpeluang menciptakan kejutan di Liga Champions Eropa, dengan menumbangkan Barcelona pada 16 besar. Mereka sudah bermain 1-1 pada laga pertama di Stamford Bridge.
Namun, kembali pada 5-3-2, catenaccio, dan laga bergengsi malam nanti di Etihad, tak banyak yang menjagokan Conte dengan Chelsea yang ditanganinya bisa menghentikan rekor tak terkalahkan tim asuhan Pep Guardiola yang lagi menjulang itu.
Conte hanya berujar sederhana, setelah merasa patah arang dengan bos-bosnya di Chelsea. “Kalau Anda bernama Chelsea, Anda harus siap bertarung sampai pertandingan terakhir,” katanya.
Conte memang memodernisasi sistem 5-3-2 ketika membawa Chelsea menjuarai Liga Primer Inggris musim lalu. Dengan memperkuat lini tengah--sering kali dianggap lini paling vital--Conte mendorong pemainnya lebih ke depan sehingga terkesan formasinya menjadi 3-5-2.
Tapi dasar dari warisan tradisi catenaccio itu: daya juang yang tinggi dan semangat melumpuhkan lawan yang merupakan raksasa. Itu juga yang dilakukan Claudio Gentile dan kawan-kawan saat merontokkan sang primadona Piala Dunia 1981, Socrates cs dari Brasil.
“Apa yang dilakukan Antonio di Liga Primer, mungkin orang tidak menyadarinya,” kata Guardiola. “Ia memperkenalkan cara lain untuk menyerang orang dengan lima pemain di belakang. Secara taktik, ia master,” kata Guardiola, yang juga pernah bermain di Seri A Liga Italia itu.
Leroy Sane, Sergio Aguero, Kevin De Bruyne, dan kawan-kawan sekarang serupa Roberto Falcao, Socrates, Zico, dan lain-lain di Piala Dunia 1982. Mereka lagi di atas angin. Mungkinkah aliran darah sepak bola Italia yang ada dalam diri Conte membuat Chelsea bisa mencetak kejutan besar malam ini?