TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Ratu Tisha, dipanggil oleh Satuan Tugas Anti Mafia Sepak Bola Kepolisian Republik Indonesia untuk kedua kali pada Jumat, 4 Januari 2019, di Jakarta. Pemanggilan itu berhubungan dugaan pengaturan skor sepak bola dan gambaran menyeluruh organisasi PSSI.
Sehari sebelumnya, tim Tempo secara khusus menemuinya untuk sebuah wawancara di kawasan Epicentrum, Rasuna Said, Jakarta.
Berikut kutipan wawancara Rikang, Diko Oktara, Hussein Abri, dan Aditya Budiman dari Tempo dengan Ratu Tisha berkaitan dengan dugaan pengaturan skor sepak bola di Indonesia dan masalah lain yang dihadapi PSSI.
Kutipan wawancaranya disajikan dalam beberapa bagian. Pada bagian pertama, Ratu Tisha mengingatkan untuk berhati-hati menggunakan istilah mafia dan match fixing. Pada bagian kedua, ia menjelaskan apa saja yang telah dilakukan PSSI untuk mencegah kecurangan, termasuk dugaan pengaturan skor sepak bola.
Adapun bagian ketiga Ratu bicara soal kualitas Liga Indonesia berkaitan dengan dugaan adanya pengaturan skor sepak bola, keterlibatan beberapa pengurus, termasuk wasit dalam dugaan itu, dan keterlibatan satgas antimafia bola dari Polri tersebut.
Kembali ke soal Genius Sport (badan yang memberikan supporting data untuk PSSI). Sejauh ini data dari Genius Sport terkait hasil pertandingan di Liga Indonesia lebih banyak mana, merah, kuning atau hijau?
Ya pastinya merah lebih sedikit, sudah pasti. Dia kan tidak main-main dalam hal itu. Ukurannya piramida. Green jauh lebih banyak, yellow ada, red paling sedikit. Kita selalu cross check yang red dan yellow, ketika itu ada repeat di situlah proses disiplin berjalan. Kalau cuma sekali bisa saja random saja. Ini kan supporting data saja.
Kecuali dari komite disiplin tiba-tiba ada laporan yang masuk dari match commisoner, ada laporan dari klub, misalnya seperti Madura, walaupun hanya sekali tetap supporting data. Mereka pun best practicen-ya begitu, jadi support data saja. Sehati-hati itu kita, karena itu hal sensitif dalam olahraga. PSSI sangat perangi itu.
Makanya, PSSI senang ada kehadiran Polri karena banyak hal-hal terbatas di PSSI. Hanya di hukum olahraga bisa monitor, di luar itu tindakan pelanggaran warga negara tidak bisa monitor.
Bagaimana perkembangan Komite Ad Hoc yang akan dibentuk PSSI?
Itu sebetulnya, sebelum kasus itu, sudah dibahas di rapat Exco 7 Desember. Membahas pembuatan komite ad hoc. Lagi-lagi komite ad hoc ini intinya komite yang dibentuk untuk tugas terbatas dalam waktu terbatas. Sebelum kita menunjuk orang, harus buat sistemnya dulu, work frame-nya dulu, strukturnya dulu, terus cari orang yang fit. Jangan dibalik.
Nah untuk melaksanakan itu, kita perlu best practice. FIFA kerja sama bersama Interpol tahun 2018 pernah meluncurkan sistem-sistem untuk memerangi match fixing. AFC pun di 2014 meluncurkan beberapa framework. Setelah kongres pun nanti kami akan undang FIFA dan AFC untuk bahas lebih lanjut sistem dan frame work-nya, karena kita berbicaranya ini pekerjaan yang akan dilakukan PSSI seterusnya. Kita berhati-hati, harus firm, regulasinya harus ada. Dia dibatasi sampai kapan waktunya, karena posisinya membantu komite ekesekutif dalam melakukan pengambilan keputusan terkait kebijakan.
Contoh temuan dari komite ad hoc itu produknya menjadi SOP atau regulasi baru dari Exco yang diaplikasikan ke seluruh Indonesia untuk pencegahan match fixing misalnya begitu. Misalnya rekomendasi komite ad hoc apa, nah kita contoh apakah timeline-nya butuh setahun atau enam bulan, butuh kajian itu. Makanya harus sudah ada sistemnya, mau orangnya ganti tidak masalah.
Ada Exco terjerat, hubungan mereka bisa terjerat dan masuk dalam peristiwa ini bagaimana?
Ini perlu ditulis. Exco PSSI (Komite Eksekutif PSSI) merupakan representasi dari kongres, artinya dipilih oleh kongres, artinya representasi dari anggotanya. Anggotanya klub dan Asprov. Saya lumayan gerah karena itu (Exco) pemilik klub, justru kalau bukan pemilik klub, dia tidak boleh masuk. Dulu PSSI berdiri, semuanya memilih ketuanya, representative dari anggotanya. Kalau tidak malah salah, itu harus diluruskan.
Itu benar, misalnya lagi cari ketua OSIS kita impor dari SMA lain. Dia harus bagian dari kelas itu. Bagian dari komunitas itu. Kalau dia orang berpengaruh ya pasti, karena dia orang yang dipercaya untuk kongres. Saya juga tidak tahu apa yang sebabkan ini. Kita semuanya tidak tahu. Kalau anda lihat pasalnya seperti menjaring ikan kan, dipakai semua tuh.
PSSI posisinya menghormati proses hukum. Secara keolahragaan kami tangani juga melalui Komdis. Secara hukumnya tidak di PSSI. Kami menunggu proses di kepolisian. Kami tidak berani komentar.
PSSI sangat terbuka untuk hal-hal perangi match fixing. Ini kerjaan kami sehari-hari. Kita please jadi masyarakat yang banyak membaca.
Kalau komite wasit bagaimana?
Saya tidak berani komentar soal yang berhubungan kepolisian. Kita hormati proses hukum, yang salah akan dihukum. Lihat aja proses hukumnya.
Mekanisme penugasan wasit itu teknis. Referee assessor PSSI di lapangan, dua di Jepang, satu di Indonesia memberi laporan evaluasi performa wasit tiap minggu ke komite. Ini badan ya. Mereka beri rangking yang top performance this week, semuanya itu. Kemudian berdasarkan ranking itu akan diatur kategori a, b,c dan z. Ada sistem 4 kategori itu di PSSI. Z itu isitrahat dulu diparkir dulu.
Ini teknis ya. Kategori kelompok abc disesuaikan dengan match difficulty. Apa itu? Match yg kecepatan tinggi, contoh Persik Kediri lawan PSCS Cilacap. Pokoknya kecepatan pemain, kualitas permainannya, tensi (tekanan penonton/pertandingan) malah paling terakhir, karena wasit tidak akan mikir suporter karena mereka harus lari bertugas.
Teknis ini, itu. Plus terakhirnya adalah tensi, keamanan, segala macam. Disesuaikan dengan match difficulty, Disusunlah draft in penugasan. Ada variable nomor. Dua, yang satu provinsi tidak boleh bertugas di provinsi yang sama. Menjadi mengkrucut lagi, ada 1.207 wasit, staminanya masih di bawah. Begitu bertugas tidak bisa pilih variabel yang sama. Bagaimana kualitas kita, coba bayangin. Ngomongin teknis saja tidak beres, sudah imajinasi macam-macam.
Itu mekanismenya, dilakukan tiap minggu untuk seluruh kompetisi.
Apakah bisa melihat petugas wasit di pekan depan?
Iya, kenapa tidak? Jepang merilis sebulan sebelumnya, Inggris juga. Untuk apa? Untuk wasitnya bisa persiapkan diri. Bukan untuk lain-lain. Stop imagining things. Apabila itu benar terjadi ada suap, dan pertandingannya buruk, kan dia kena hukum. Dia ada praktik yang kena pidana kan kena juga. Kenapa jadi takut naik Ferrari. Ini kita sekarang PSSI mau naik Ferrari, mau ngebut crash lebih besar dibanding naik bajaj, kenapa jadi takut naik Ferrari?
Dalam kasus Persibara Banjarnegara disebutkan ada transfer ke komite wasit, artinya komite wasit perdagangkan pengaruh atau bagaimana?
Posisinya harus melewati badan yudisial. Ketika ada keputusannya mungkin saya bisa share, mungkin belum. Posisinya tidak di situ. Saya cuma karena berhati-hati saja ini. Jangan kita gosip, silakan yang berwajib memproses, Komdis memproses. Lalui semua proses yang ada. Ketika sudah kesalahan, bisa koreksi. Saya harus lakukan prosedur ini agar tak terjadi lagi.
Ini posisinya sedang berproses antara (komisi) disiplin dan polisi. Kita hargai itu, tidak usah komentari itu. Apapun hasilnya jadi koreksi bagi semua pihak utamanya PSSI. Apa yang harus dilakukan untuk mencegah, itu yang harus dipikirkan.