Manajer Ghana, George Afriyie, jauh-jauh hari mengaku tak takut dengan juju, sihir hitam, atau kekuatan supranatural apa pun yang dijalankan para rivalnya. “Saya tak percaya bahwa kami lama tak meraih piala ini (terakhir kali pada 1982) karena ulah ‘tangan-tangan yang tak terlihat’,” katanya. “Saya punya Tuhan. Kami yakin alasannya lebih bersifat psikologis, bukan spiritual.”
Tapi benarkah Ghana steril dari perdukunan? Faktanya, tiga tahun lalu, pelatih Ghana, Goran Stevanovic, mengeluhkan ulah sebagian pemainnya. Menurut pelatih asal Serbia itu, para pemainnya mempraktekkan sihir justru untuk menjatuhkan rekan sesama tim agar terpilih dalam susunan 11 pemain utama. “Mereka justru memecah persatuan tim.”
Sebelum kejuaraan berlangsung, Presiden Asosiasi Sepak Bola Ghana, Kwesi Nyantakyi, mengunjungi seorang guru spiritual di Zongo, Kongo. Meski tak mengakuinya secara resmi, Nyantakyi dipercaya banyak orang telah meminta bantuan sang guru spiritual itu untuk keuntungan kesebelasannya.
Sebelum mengalahkan Guinea Equatorial di semifinal, Ghana menundukkan Guinea pada perempat final, juga dengan skor 3-0. Salah seorang pemain Guinea, bek Abdoulaye Cisse, tertangkap kamera mengenakan sabuk yang berisi rajah di pinggangnya. Tapi Ghana terlalu ampuh untuk sekadar dilawan dengan rajah.
Hari ini, Ghana, yang dilatih pria asal Israel, mantan pelatih Chelsea, Avram Grant, akan menghadapi Pantai Gading dalam laga final. Pasukan Gajah—julukan Pantai Gading—yang dilatih Herve Renard, tengah berupaya melepas kutukan yang seperti tak hilang sejak memenangi Piala Afrika sekali-kalinya pada 1992.
Pada 1992, Pantai Gading menjuarai Piala Afrika yang diselenggarakan di Senegal. Konon, ketika itu pemerintah Pantai Gading meminta bantuan seorang dukun. Seusai pergelaran kejuaraan, Menteri Olahraga tak mau membayar gaji sang dukun. Si dukun marah dan mengutuk kesebelasan nasional Pantai Gading. Setelah itu, mereka tak pernah lagi memenangi kejuaraan antar-tim nasional di Afrika.
Apakah tahun ini kutukan sang dukun sudah lenyap bagi Pantai Gading?
BERBAGAI SUMBER | ANDY MARHAENDRA